TEMPO.CO, Manila - Filipina mengirimkan tambahan 800 anggota Marinir ke Kepulauan Spratly, yang sedang disengketakan sejumlah negara, termasuk Cina. Demikian diungkapkan seorang pejabat senior militer Filipina pada Ahad, 30 September 2012.
Berada di jalur pelayaran penting Laut Cina Selatan dan dipercaya memiliki cadangan mineral besar, termasuk minyak, Kepulauan Spratly menjadi rebutan di kawasan itu. Selain Filipina dan Cina, kepulauan itu juga diklaim Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Taiwan.
Letnan Jenderal Juancho Sabban mengatakan pengiriman pasukan itu hanya untuk kepentingan pertahanan dan jangan dilihat sebagai tindakan agresi. “Dua batalion yang baru saja tiba ini akan meningkatkan perlindungan kepulauan kami,” kata Sabban seperti dikutip Daily Times, Senin, 1 Oktober 2012.
Menurut Sabban, pihaknya dalam kondisi bertahan. “Lebih baik mempertahankannya daripada merebutnya setelah negara lain mendudukinya,” ujarnya.
Dia mengatakan pihaknya juga mendirikan markas brigade Marinir di dekat provinsi Palawan, yang menghadap ke Laut Cina Selatan. Tujuannya, untuk memberikan komando dan kendali kepada pasukan.
Marinir Filipina tidak akan tinggal di Spratly tetapi akan berpatroli di dekat kepulauan itu. Sabban menuduh Cina secara terus menerus membentengi wilayah yang dikuasainya. “Kami berada di sana tidak untuk menciptakan konflik dan meningkatkan masalah regional,” ujar Sabban.
Cina mengklaim seluruh wilayah Laut Cina Selatan, sedangkan Filipina mengklaim Laut Filipina Barat, termasuk yang dekat dengan negara-negara Asia lainnya.
DAILY TIMES | SAPTO YUNUS
Berita lain:
Keberadaan Qadhafi Terlacak Melalui Satelit
Bo Xilai di Mata Anaknya
Qadhafi Dibunuh Agen Rahasia Atas Pesanan Sarkozy?
Suu Kyi Bakal Jadi Presiden? Ini Reaksi Thein Sein
Prajurit AS yang Tewas di Afganistan Genap 2.000