TEMPO.CO, New York - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, menduga ada kaitan antara cabang al-Qaidah di Afrika Utara dan penyerangan kantor Konsulat Amerika di Benghazi, Libya.
Clinton merupakan pejabat tinggi Abang Sam pertama yang menghubungkan al-Qaidah dengan insiden yang menewaskan duta besar Amerika untuk Libya, Chris Stevens, dan tiga warga sipil itu.
Berbicara dalam pertemuan tingkat tinggi mengenai krisis di wilayah Sahel barat, Afrika Utara, Clinton mengingatkan sejumlah wilayah tak bertuan di gurun pasir itu telah dimasuki milisi yang menciptakan ketidakstabilan.
“Untuk beberapa waktu, al-Qaidah di negara-negara Magribi dan kelompok-kelompok lainnya melakukan penyerangan dan penculikan dari Mali utara hingga negara-negara tetangganya,” ujar Clinton dalam pertemuan yang digelar Sekjen PBB Ban Ki-moon itu, Rabu, 26 September 2012.
Menurut Clinton, dengan kebebasan bermanuver di wilayah itu, kelompok teroris ingin memperluas jaringan dan jangkauannya ke segala arah. “Mereka bekerja dengan kelompok ekstremis lainnya untuk merongrong transisi demokratis yang berlangsung di Afrika Utara, seperti yang kita lihat secara tragis di Benghazi,” kata dia.
Sejumlah laporan menyatakan Clinton secara eksplisit mengatakan al-Qaidah berada di balik penyerangan pada 11 September lalu itu. Sebelumnya, Clinton memang menyatakan insiden itu merupakan serangan teroris, tetapi Kementerian Luar Negeri membantah Clinton telah mengatatakan al-Qaidah berada di balik penyerangan itu.
“Jangan membaca lebih dari apa yang sebenarnya dikatakan Menteri Luar Negeri,” kata seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Amerika.
Teka-teki mengenai siapa di balik penyerangan itu memang belum terjawab. Biro Penyelidik Federal (FBI) menginvestigasi penyerangan itu, sedangkan Clinton sendiri melakukan tinjauan resmi apakah tindakan pengamanan telah diambil saat itu.
ASIAONE | NEW YORK TIMES | SAPTO YUNUS