TEMPO.CO, London - Hakim Pengadilan Tinggi Inggris, Rabu, 26 September 2012, membatalkan ekstradisi Abu Hamza al-Masri ke Amerika Serikat, setelah ulama kelahiran Mesir yang dituduh Amerika sebagai pelaku teror ini mengajukan banding.
Selain memutuskan membatalkan ekstradisi, hakim juga menetapkan bahwa kasus yang menimpa pria yang memiliki satu mata dan dakwaan terhadap tiga pengikutnya dihapus.
Sebelumnya, Senin, 24 September 2012, majelis hakim tertinggi Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa menolak permohonan kasasi Abu Hamza untuk tidak diekstradisi ke Amerika Serikat setelah delapan tahun menjadi bahasan di pengadilan.
Kantor pengadilan membenarkan bahwa Abu Hamza, Khaled Al-Fawwaz, Babar Ahmad, Syed Tahla Ahsan, dan Adel Abdul Bary, tidak diekstradisi dari Inggris. Juru bicara pengadilan mengatakan, "Setelah mendengarkan berbagai alasan, Pengadilan Tinggi menerima bandingnya."
Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa berpendapat bahwa al-Masri, 54 tahun, bisa terkena hukuman di atas 100 tahun dalam sebuah penjara dengan penjagaan super ketat karena diduga melakukan serangkaian gerakan teroris.
Menanggapi keputusan Pengadilan Tinggi, seorang sumber di pemerintahan Inggris mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa pembelaan dua orang yang diduga sebagai otak teror adalah "taktik yang tertunda". Namun, dia tidak menyebutkan maksudnya.
Menurut dia, pemerintah Inggris tetap akan melanjutkan kerja sama dengan polisi dan otoritas Amerika Serikat untuk mengekstradisinya secepat mungkin.
Hamza, seorang bekas Imam Masjid Finsbury Park di London Utara, dikehendaki Amerika Serikat untuk dihadapkan di meja hijau karena dianggap menyiapkan kamp latihan ala Al-Qaeda di negara bagian Oregon, Amerika Serikat. Dia belum lama mendekam dalam penjara di Inggris selama tujuh tahun karena menganjurkan para pengikutnya membunuh orang-orang di jalanan di London yang berbeda kepercayaan.
AL JAZEERA | AL ARABIYA NEWS | BBC | CHOIRUL
Berita Terpopuler:
DPR Terbelah Jika Kapolri Dipanggil KPK
Ini yang Akan Terjadi Jika Jendela Pesawat Dibuka
PDIP Tak Setuju Protokol Antipenistaan Agama SBY
Bulan Madu PDIP dan Prabowo di Ujung Tanduk
DPR Pertanyakan Konflik Menhan dan Jakarta Post