TEMPO.CO, KABUL--Taliban siap meninggalkan hubungannya dengan jaringan pelaku aksi teror, al Qaeda. Mereka segera bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk ikut menjamin keamanan di Afganistan. Laporan yang dihimpun Royal United Service Institut menyatakan Taliban dan tentara Amerika Serikat telah menandatangani kesepakatan gencatan senjata mengakhiri konflik 11 tahun. "Pimpinan Taliban percaya tidak ada musuh yang abadi. Mereka siap menerima kehadiran tentara Amerika dalam jangka panjang," ungkap laporan yang dirilis Senin, 10 September 2012.
Laporan ini disusun dengan wawancara dengan empat pimpinan penting Taliban, Mullah Mohammad Omar termasuk bekas menteri Afganistan, salah satu anggota pendiri Taliban dan seorang komandan Mujahidin.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, lima pangkalan militer Amerika diijinkan beroperasi di Kandahar, Herat, Jalalabad, Mazar-e-Sharif dan Kabul untuk membantu membangun kembali Afghanistan sampai dengan tahun 2024. Tentu saja, Taliban tak mau kesepakatan itu gratis. Mereka meminta Amerika Serikat mengelontorkan bantuan militer dalam bentuk uang dan membantu perekenomian Afganistan. Tak hanya itu, Taliban juga mendesak adanya pengakuan dunia internasional soal keberadaan organisasi ini.
Taliban juga mengajukan syarat tentara Amerika Serikat harus menjamin tak ada serangan lagi ke Pakistan dan Iran. Termasuk, serangan pesawat tak berawak.
Menurut laporan itu, pemimpin kelompok itu mengakui hubungan dengan al Qaidah di masa lalu adalah kesalahan. Taliban siap menurunkan senjata dan menghormati konstitusi jika semua klausul perjanjian gencatan senjata disepakati.
Empat pimpinan Taliban, yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan Mullah Omar mendukung rencana ini. Meski demikian, gencatan ini bukan berarti Taliban menerima pemerintahan Presiden Hamid Karzai.
"Laporan ini menunjukkan bahwa pandangan pimpinan Taliban telah berubah selama tiga tahun terakhir. Ada anggapan bahwa konflik ini tidak dapat dimenangkan dan kemenangan mutlak hampir tidak mungkin," jelas Dr Rudra Chaudhuri, salah satu penulis laporan itu bersama dengan Michael Semple, Anatol Lieven dan Theo Farrell.
Muncul anggapan bahwa Taliban pecah. salah satu anggota Taliban menepis rumor perpecahan. Abdul Hakim Mujahid, wakil pemimpin Dewan Perdamaian Tinggi Hamid Karzai yang juga bekas negosiator Taliban, menegaskan kepada The Daily Telegraph bahwa beberapa tokoh Taliban telah membahas negosiasi "paket", termasuk gencatan senjata, untuk mencoba dan mencari penyelesaian konflik.
TELEGRAPH, EKO ARI
Berita lain:
Ditemukan Gambar Yesus di Buku Panduan Haji
Alasan Munir Pilih Garuda Indonesia
Munir dan Mobil Toyota Mark Putih Kesayangannya
God Bless Manggung untuk Jokowi
Golkar Diminta Tidak Tersandera Bisnis Bakrie
Artis Gaek Dukung Jokowi
Aburizal Bakri Diminta Hati-hati