TEMPO.CO, Damaskus - Gereja Kristen Suriah tidak mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad, tetapi mereka ingin negara mereka stabil secara politik dan keamanan. Hal tersebut dinyatakan pimpinan Kristen Maronit Libanon, Patriarch Bishara Rai, kepada AFP, Kamis, 6 September 2012.
"Perlu saya sampaikan kepada Barat yang mengatakan bahwa kami (umat Kristen) bersama rezim Suriah. Hal itu tidak benar. Kami tidak bersama rezim, kami bersama negara. Di sana ada perbedaan besar," kata Rai kepada AFP, sepekan sebelum kedatangan Paus Benediktus XVI di Libanon.
"Di Irak, ketika Saddam Hussein tumbang, kami kehilangan satu juta umat Kristen," katanya di Diman, sebelah utara Libanon. "Mengapa? (Hal itu) bukan disebabkan oleh rezim yang jatuh. Tetapi dikarenakan di sana tidak ada pemerintahan, ada kekosongan pemerintahan."
"Di Suriah, hal tersebut sama saja. Umat Kristen tidak mendukung rezim, tetapi mereka takut dengan apa yang akan terjadi," kata Rai.
Gerakan demokrasi yang melanda negara-negara Arab atau disebut dengan Arab Spring, kata dia, telah membuat umat Kristen selaku umat minoritas di setiap negara di Timur Tengah, ketakutan.
Umat Kristen di Suriah merupakan salah satu komunitas tertua di Timur Tengah. Jumlah mereka mencapai lima persen dari 22 juta penduduk Suriah. Sejak munculnya kekuasaan Partai Baath yang dipimpin oleh kelompok Allawate, mereka menikmati kondisi kebebasan beragama.
Komunitas Allawite berjumlah sekitar 10 persen dari total jumlah penduduk, sedikit di bawah kelompok Islam Syiah. Banyak pemeluk agama minoritas di Suriah takut dengan munculnya ekstrimis Sunni yang sedang melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Presiden Bashar al-Assad.
"Kami sangat khawatir dengan apa yang terjadi terhadap umat Kristen," kata Rai, salah seorang tokoh Kristen berpengaruh di kawasan Timur Tengah. "Di masa perang, krisis ekonomi dan keamanan, setiap orang menderita, baik umat Kristen maupun Islam."
"Di Suriah, umat Kristen menderita seperti umat lainnya. Dan ketika Homs di Suriah tengah dan Aleppo (di sebelah utara) dibom, mereka mengungsi."
"Siapa yang menyerang umat Kristen? Bukan umat Islam moderat, melainkan kelompok fundamentalis yang menganggap Kristen sebagai orang kafir," katanya.
Dia mengatakan Kristen di Timur Tengah seharusnya tidak dicampakkan sebagai warga kelas dua. "Saya menolak pernyataan bahwa Kristen membutuhkan perlindungan di sini. Kami sudah ada di sini sejak 2.000 tahun lalu, mulai dengan Kristen Advent, dan kami memainkan peranan di berbagai negara, termasuk ke negara-negara muslim."
AL ARABIYA | CHOIRUL
Berita Terpopuler:
Utang Bakrie Rp 21,4 triliun dan US$ 5,7 miliar
Dari Solo, Jokowi Sapa Warga Jakarta dengan Skype
Keterangan TerdugaTeroris Ada yang Janggal
Indonesia Miliki Cadangan Minyak Sawit Tersembunyi
Konser di Eropa, Suju Dilempari Kondom
Ribuan Pendukung Hartati Kepung KPK
Ilmuwan Mereka Mimpi Tikus
Demokrat DIY Cari Aktor Penggembos Partai
Tak Ada Brotoseno di Sidang Angie
Ini Dia Perbedaan Cara Melihat Pria Dan Wanita