TEMPO.CO , Seoul: Peringatan 67 tahun berakhirnya kolonialisme Jepang dalam Perang Dunia II kemarin diwarnai berbagai insiden yang dapat meningkatkan ketegangan di kawasan Asia Timur. Dari Korea Selatan, Presiden Lee Myung-bak mengingatkan Jepang untuk bertanggung jawab atas nasib para perempuan yang dijadikan budak seks tentara Jepang saat perang berlangsung.
“Perbudakan seks merupakan pelanggaran terhadap hak perempuan selama masa perang sekaligus pelanggaran terhadap hak asasi manusia secara universal. Kami mendesak pemerintah Jepang agar segera bertanggung jawab,” kata Myung-bak dalam pidato peringatan Hari Pembebasan—lepasnya Korea dari penjajahan Jepang sejak 1910 hingga 1945.
Data dari para sejarawan menunjukkan, sekitar 200 ribu perempuan dari Korea, Cina, Filipina, serta Indonesia dipaksa bekerja di rumah bordil Jepang saat Perang Dunia II. Jepang telah meminta maaf dalam kasus itu, tapi tidak pernah mengakui mendirikan rumah bordil untuk menghibur pasukannya.
Apalagi Jepang menganggap masalah perbudakan seks sudah selesai berdasarkan perjanjian 1965 ihwal pembukaan kembali hubungan diplomatik. Pada 1993, Tokyo mengeluarkan pernyataan mengenai masalah tersebut atas nama Ketua Sekretaris Kabinet. Dua tahun kemudian, Jepang memberikan kompensasi terhadap para korban.
Namun Korea Selatan menilai langkah tersebut belum cukup. Bahkan kunjungan kontroversial Myung-bak ke pulau sengketa Dokdo pada Jumat pekan lalu merupakan bentuk protes terhadap Jepang dalam kasus budak seks era Perang Dunia II.
“Jika memiliki kehendak baik, negara besar seperti Jepang dapat menyelesaikan isu budak seks,” ujar juru bicara Kantor Presiden Korea Selatan yang menyampaikan pesan Myung-bak, seperti dilansir Asahi Shimbun. “Tapi Jepang menunjukkan sikap negatifnya dalam beberapa hal yang berkaitan dengan isu domestik. Jadi saya memutuskan untuk bertindak,” ia menambahkan.
Insiden lain yang semakin meningkatkan ketegangan antara Jepang dan negara tetangga lainnya adalah kunjungan dua menteri Jepang, Jin Matsubara dan Yuichiro Hata, ke kuil kontroversial Yasukuni. Kuil ini didirikan untuk menghormati pahlawan perang Jepang, termasuk 14 penjahat perang pada era PD II.
Salah satunya adalah Jenderal Hideki Tojo, Perdana Menteri Jepang yang memerintahkan pengeboman kapal Pearl Harbor. Ia terbukti bersalah dan tewas digantung oleh pengadilan tribunal yang dipimpin Amerika Serikat.
Kunjungan ini, menurut Matsubara, dalam kapasitas pribadi. “Saya ingin mengenang para leluhur yang memberikan dasar bagi Jepang yang kini sejahtera,” ucapnya. Padahal Perdana Menteri Yoshihiko Noda telah melarang anggota kabinet mengunjungi kuil tersebut.
Dalam peringatan di Tokyo, Noda bahkan secara khusus menyatakan penyesalan atas imperialisme Jepang di masa lalu yang menyebabkan penderitaan bagi negara lain, terutama di Asia. “Kami menyatakan belasungkawa sedalam-dalamnya bagi korban dan keluarganya. Kami tak akan pernah berperang lagi,” Noda menegaskan.
ASIAONE | CHANNEL NEWS ASIA | REUTERS | ASAHI SHIMBUN | SITA PLANASARI AQUADINI
Berita lain:
Nasib Penggalian Bunker di Bawah Kantor Jokowi
Sepupu Kate Middleton Tampil Telanjang di Playboy
SBY Akhirnya Buka Suara Soal Century
Ketua KPK: Silakan Sadap Telepon Kami
Kuasa Hukum Polri Nilai UU KPK Lemah