TEMPO.CO , Quito - Presiden Ekuador, Rafael Correa, membantah laporan media Inggris yang menyebutkan negaranya telah memberikan suaka kepada pendiri situs Wikileaks, Julian Assange. Correa mengatakan keputusan memberikan suaka kepada Assange harus dikonsultasikan dulu dengan para penasihatanya, Rabu, 15 Agustus 2012.
Assange, 41 tahun, bersembunyi di Kedutaan Besar Ekuador di London, Inggris, pada 19 Juni 2012 untuk menghindari ekstradisi ke Swedia berkenaan dengan tuduhan perkosaan dan kekerasan seks lainnya. Namun, Assange membantah semua tuduhan tersebut.
"Rumor mengenai pemberian suaka terhadap Assange salah. Belum ada keputusan yang diambil. Kami menunggu laporan dari Menteri Luar Negeri Ricardo Patino," tulis Correa di akun Twitter-nya.
Assange juga takut diektradisi ke Amerika Serikat. Di negeri ini dia bakal dihadapkan ke meja hijau dengan dakwaan membocorkan rahasia keamanan negara melalui situs Wikileaks, termasuk informasi perang Irak dan Afganistan, serta pembicaraan rahasia para diplomat.
Pernyataan Correa keluar setelah koran Inggris Guardian menulis laporan di lamannya pada Selasa, 14 Agustus 2012, yang menyebutkan Ekuador menyiapkan suaka terhadap Assange. Laporan tersebut disampaikan setelah Guardian mengutip keterangan seorang sumber yang tak bersedia disebutkan namanya di Quito.
"Kami melihat permohonan Assange sebagai sebuah isu kemanusiaan," kata sumber itu kepada Guardian. "Jelas bahwa ketika Julian masuk ke kantor kedutaan besar di sana, maka ada kesepakatan sesaat."
Correa menyatakan simpatinya kepada Assange, tapi dia juga menghormati sistem hukum Inggris dan hukum internasional. Ia juga menegaskan pemerintahannya sudah mengumpulkan berbagai informasi untuk membuat suatu keputusan.
Baik Pemerintah Amerika Serikat maupun pemerintah Swedia telah membuat berbagai tuduhan kepada Assange. Jaksa penuntut di Swedia sudah menanyai Assange soal perkosaan dan kekerasan seksual yang dilakukan dua pendukung WikiLeaks pada 2010. Assange menyatakan ia melakukan hubungan seksual dengan banyak wanita.
AL JAZEERA | REUTERS | CHOIRUL