TEMPO.CO , Damaskus - Pesan ini cukup menantang. Presiden Suriah yang diramal ada di ambang kejatuhan, Bashar al-Assad, duduk bersama kepala intelijen Iran, Selasa. Keduanya satu suara, "Rakyat dan pemerintah Suriah memutuskan untuk membersihkan negara dari teroris."
Saeed Jalili, kepala intelijen Iran, menimpali, "Apa yang terjadi di Suriah bukanlah masalah internal tetapi konflik antara sumbu perlawanan di satu sisi dan musuh regional dan global di sisi lain." Komentar Jalili itu dipublikasikan oleh kantor berita Suriah bahwa pemerintah al-Assad tetap kokoh berdiri.
Banyak kalangan menilai, Iran telah membawa Suriah ke arah dari pertempuran ideologis yang lebih luas. Pemimpin spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei, juga menyebut peristiwa di Suriah sebagai "perang antara hegemoni dan bagian depan perlawanan."
Ayham Kamel dari Eurasia Group percaya bahwa Iran khawatir al-Assad segera tenggelam. "Iran mungkin memiliki informasi yang sangat baik tentang posisi Assad. Informasi itu memperjelas posisi Iran yang khawatir akan kehilangan sekutu di kawasan itu, yang akan mengurangi jangkauan strategisnya," katanya.
Bukan rahasia lagi, pemberontak Suriah kebanyakan adalah kaum Sunni. Belakangan, Qatar dan Arab Saudi, yang notabene juga Sunni, menyatakan dukungannya terhadap kubu pemberontak. Jalili menuding, dua negara ini memberi dukungan karena alasan ideologis.
"Bagaimana mereka yang belum pernah mengadakan pemilihan umum di negara mereka menjadi pendukung demokrasi?" kata Jalili dengan kalimat tanya. Assad juga mengecam sebagai "tidak bisa menerima" negara-negara asing tertentu "mendukung terorisme di Suriah" dengan mempersenjatai para pemberontak.
Iran adalah sekutu terakhir al-Assad. Para pejabat intelijen Barat percaya bahwa Republik Islam Iran memberikan bantuan teknis seperti intelijen, komunikasi, dan rekomendasi untuk pengendalian massa serta senjata.
Sebuah panel PBB melaporkan pada Mei bahwa senjata Iran yang ditujukan untuk Suriah disita di Turki termasuk senapan serbu, bahan peledak, detonator, senapan mesin, dan mortir.
Menteri Luar Negeri Iran mengakui Rabu bahwa ke-48 warga Iran yang diculik akhir pekan lalu oleh Pasukan Pembebasan Suriah di dekat Damaskus adalah para mantan personel militernya.
"Beberapa individu adalah pensiunan Garda Revolusi dan tentara dikirim ke Suriah untuk melakukan ziarah," kata Menteri Luar Negeri Ali Akbar Salehi. Pernyataan ini dimanfaatkan oleh para pemberontak sebagai konfirmasi bahwa Iran secara langsung membantu rezim al-Assad.
Menurut analisa CNN, Suriah juga penting bagi Iran karena merupakan saluran utama ke Hizbullah, milisi Syiah di Lebanon. Melalui organisasi ini Iran dapat mengancam Israel dengan gudang rudal jarak pendeknya.
Pada tahun 2009, diplomat tertinggi AS di Damaskus mengungkapkan bahwa Suriah telah mulai mengirimkan rudal balistik kepada Hizbullah, menurut dokumen rahasia yang bocor dan diterbitkan oleh WikiLeaks.
CNN | TRIP B
Berita internasional lainnya:
MiG-23 yang Ditembak Jatuh Beredar di Youtube
Kepala Pelayan Paus Benediktus XVI Segera Diadili
Bagaimana Pemilik WikiLeaks Keluar dari London?
Jumpa Muslim Myanmar, Istri PM Turki Menangis
Pemberontak Suriah Tembak Jatuh Jet Tempur
Kapal Berisi 67 Penumpang Tenggelam
Badai Helen Terjang Filipina
Penampungan Pengungsi Australia Kembali Dibuka