TEMPO.CO, Canberra― Pemerintah Australia berencana membuka kembali pusat penampungan pencari suaka di Kepulauan Nauru di Pasifik dan Pulau Manus di Papua Nugini. Hal ini diungkapkan Perdana Menteri Australia Julia Gillard kemarin setelah tim pakar yang dibentuk pemerintah menyampaikan rekomendasi terbaru mengenai pencari suaka.
Dalam rekomendasi yang disampaikan ketua tim Angus Houston, Australia disarankan agar mengirim para pencari suaka ke negara ketiga. Tim ini berkilah tingginya minat pencari suaka untuk masuk ke Australia menyebabkan korban tewas akibat kecelakaan kapal yang membawa ribuan pengungsi setiap tahun.
"Saat bangsa kita melihat apa yang terjadi di laut, terlalu banyak nyawa yang telah hilang," kata Gillard kepada wartawan Senin 13 Agustus 2012. Sebanyak 964 pencari suaka dilaporkan tewas sejak 2001 karena menempuh perjalanan berbahaya menuju Benua Kanguru.
Pusat penampungan pengungsi di Kepulauan Manus dan Nauru dibangun saat rezim Perdana Menteri John Howard. Penampungan di Kepulauan Manus ditutup pada 2004, sedangkan penampungan serupa di Nauru ditutup oleh Kevin Rudd, beberapa saat setelah ia meraih kursi perdana menteri pada akhir 2007.
Rancangan ini merupakan upaya Gillard merayu pihak oposisi agar menyetujui kebijakan mengenai pencari suaka di parlemen. Pasalnya, koalisi oposisi yang dipimpin Tony Abbot dan Partai Hijau menentang keras kerja sama Australia dengan Malaysia ihwal penukaran pengungsi beberapa waktu lalu. Mereka menuding Malaysia telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap pencari suaka.
Pada Juli 2011, Gillard mengumumkan kesepakatan dengan Malaysia di mana Australia akan mengirim 800 pencari suaka ke negara tersebut. Sebagai penggantinya, Australia akan menerima 4.000 pencari suaka dari Malaysia. Namun kesepakatan ini kandas di Pengadilan Tinggi Australia.
Ganjalan tetap akan dihadapi Gillard dan Partai Buruh dari Partai Hijau. "Kami tidak akan terlibat dalam kebijakan yang sangat kejam terhadap manusia," ujar pemimpin Partai Hijau, Christian Milne.
Kritik keras juga dilontarkan kelompok hak asasi manusia Amnesty International. "Tragedi kematian para pencari suaka memang harus dicari jawabannya. Tetapi tidak berarti dengan menghukum pengungsi lain yang harus lari karena ancaman dan siksaan," tutur Graham Thom, juru bicara Amnesty International, dalam kesempatan terpisah.
REUTERS | AP | THE SYDNEY MORNING HERALD | THE AGE | SITA PLANASARI AQUADINI
Berita lain:
Seks di Kampung Atlet Olimpiade
Wanita Ini Tikam Calon Suami di Hari Pernikahan
5 Alasan Kenapa Mitt Romney Pilih Paul Ryan
Gempa Iran, 300 Orang Meninggal, 5000 Terluka
Di Meksiko, 7 Anggota Keluarga Tewas Dibantai
Sejumlah Helikoper Militer Uganda Hilang di Kenya