TEMPO.CO, Goma - Sedikitnya sembilan orang di kamp pengungsi Republik Demokratik Kongo tewas akibat terserang kolera. Kamp itu sendiri penuh dengan korban bentrok antara pemberontak M23 dengan pasukan pemerintah.
Menurut sejumlah relawan dari Doctors Without Borders, ini merupakan kasus pertama yang terjadi di tempat penampungan pengungsi. Kolera mewabah karena kotoran manusia dan kondisi kesehatan yang buruk.
Baca Juga:
Ribuan warga Kongo terpaksa mengungsi ke tempat-tempat aman untuk menghindari bentrok yang melibatkan pemberontak M23 melawan pasukan pemerintah yang didukung oleh pasukan perdamaian PBB.
Patrick Wieland dari Doctors Without Borders mengatakan organisasinya akan mendirikan beberapa klinik tenda guna mengisolasi korban di Kanyaruchinya, daerah pinggiran Goma, ibu kota Provinsi Kivu Utara.
Menurut Wieland, aksi kemanusiaan yang dilakukan saat ini, selain melakukan perawatan medis, pihaknya juga menyalurkan air bersih ke kamp pengungsi. Dia menambahkan toilet di sana tak mencukupi untuk jumlah para pengungsi di Rutshuru dan tetangganya di Kiwanja, sekitar 80 kilometer sebelah utara Goma.
"Kami mengobati para korban tanpa tangan dan kaki akibat granat serta senjata berat," kata Wieland. Wieland mengatakan untuk pertama kalinya dirinya mengobati korban sipil yang jumlahnya begitu banyak dibandingkan dengan korban pasukan bersenjata.
Wartawan Al Jazeera Peter Greste melaporkan dari Goma bahwa 13.500 keluarga berada di kamp pengungsi ini sejak bulan lalu. Mereka kehilangan tempat tinggal akibat pertempuran antara pemberontak dengan pasukan pemerintah. "Mereka terpaksa membangun tempat pengungsian seadanya terbuat dari ranting, rumput, dan dedaunan," ujarnya.
"Hanya segelintitr orang saja yang bisa membangun tempat berteduh dari plastik. Itu pun setelah mereka berjuang mendapatkannya dari lembaga pengungsi PBB. Namun hampir sebagian besar pengungsi terpaksa hidup di alam terbuka. Mereka tak memiliki makanan selama sebulan dan hanya mendapatkan biskuit seminggu lalu. Setelah itu tak pernah mendapatkannya lagi."
Pemberontak M23, mengambil nama dari kesepakatan 23 Maret 1999 yang mereka teken bersama pemerintah Kongo, pekan lalu menyerang pasukan pemerintah dan markas pasukan penjaga perdamaian PBB di Kiwanja dengan mortir .
Angkatan Bersenjata Kongo saat ini hanya menguasai Kota Goma dan Desa Kibuba, terletak di sekitar 10 kilometer Goma. Di lain pihak, pemberontak mengontrol seluruh kota-kota di utara Rutshuru. Pasukan pemberontak dikabarkan mulai mengancam Goma.
Dewan Keamanan PBB pada Kamis pekan lalu meminta M23 tak melanjutkan serangannya ke Goma. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan yang dipimpin oleh Gerard Araud dari Prancis, PBB mengaku sangat prihatin dengan kondisi kemanusiaan di sana yang sangat buruk, khususnya gelombang pengungsi yang kian banyak. Araud meminta komunitas internasional memberikan bantuan kemanusiaan.
AL JAZEERA | CHOIRUL