TEMPO.CO, Washington― Parlemen Amerika Serikat, Kamis lalu, memperpanjang larangan impor dari Myanmar untuk setahun mendatang. Keputusan ini diambil anggota Senat maupun Kongres Amerika secara terpisah. Langkah ini dilakukan untuk memastikan Myanmar meneruskan reformasi yang tengah berlangsung.
"Keputusan ini semoga menjadi sinyal kuat bagi pemerintah Myanmar," kata Joe Crowley, anggota parlemen Amerika asal Partai Demokrat. Salah satu masalah yang masih menjadi perhatian Amerika Serikat, menurut Crowley, adalah kekerasan sektarian terhadap etnis minoritas muslim Rohingya di Myanmar.
Dukungan dunia internasional bagi Rohingya pun terus berdatangan. Ketua Palang Merah Indonesia, Jusuf Kalla, mendesak negara-negara ASEAN turun tangan dalam penyelesaian kasus etnis Rohingya ini.
"Sebagai salah satu anggota ASEAN, Myanmar perlu tekanan politik dari anggota lain," ujar Kalla di sela pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dengan 42 organisasi non-pemerintah (NGO) internasional di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat 3 Agustus 2012.
Untuk jangka pendek, tutur Kalla, hal terpenting yang harus segera dilakukan adalah mengupayakan agar bantuan bagi warga Rohingya dapat disalurkan. “Dana yang terkumpul sudah cukup banyak. Qatar saja menyediakan US$ 200 juta. Tapi, bagaimana caranya dana ini bisa sampai?” ucap Kalla.
Sementara itu, harian pemerintah New Light of Myanmar kemarin melaporkan bahwa pelapor khusus hak asasi manusia PBB untuk Myanmar, Tomas Ojea Quintana, telah menemui lima staf PBB yang ditahan di penjara Burthidaung, Negara Bagian Arakan, Rabu lalu. “Pertemuan itu juga dihadiri para pengacara terdakwa,” tulis harian tersebut.
Kelima terdakwa itu ditangkap di Kota Maungtaw saat kekerasan sektarian antara warga lokal Arakan dan etnis Rohingya merebak pada Juni lalu. Tuduhan terhadap mereka--termasuk lima anggota lembaga kemanusiaan internasional yang turut ditahan―belum diketahui.
Namun, Menteri Perbatasan Myanmar, Thein Htay, menuding tiga staf lokal Badan Dunia untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) terlibat dalam kekerasan sektarian yang menewaskan sedikitnya 80 orang itu. “Kami memiliki bukti kuat bahwa mereka terlibat dalam kerusuhan,” Thein Htay menegaskan.
Dari Indonesia, 14 pengungsi Rohingya ditangkap pihak Imigrasi Kupang, Nusa Tenggara Timur, kemarin dinihari, saat menunggu kapal untuk berlayar mencari suaka ke Australia. Mereka terdiri atas 10 pria dewasa, 2 wanita, dan 2 anak balita.
MIZZIMA | CHANNEL NEWS ASIA | YOHANES SEO (KUPANG) | MASRUR (KUALA LUMPUR) | SITA PLANASARI AQUADINI
Berita lain:
Pulang Setelah 23 Tahun Dinyatakan Meninggal
Psikiater Ingatkan Seminggu sebelum Joker Beraksi
Obama Diledek untuk Belikan Michelle Es Krim
Iran Izinkan Taliban Buka Kantor di Zaheda
Trio Al-Qaeda Ditahan Polisi Spanyol
Kofi Annan Mundur Sebagai Utusan PBB-Liga Arab