TEMPO.CO , Damaskus - Presiden Suriah Bashar Assad, Rabu mendesak militer untuk meningkatkan perangnya melawan pemberontak. Panggilan tertulis untuk mengangkat senjata itu memperdalam misteri keberadaannya selama dua minggu setelah bom menembus lingkaran dalamnya.
Assad tidak berbicara secara terbuka sejak 18 Juli, pasca-ledakan bom yang menewaskan empat dari pejabat tinggi keamanan - termasuk saudara iparnya. Media Barat bertanya-tanya, terutama tentang apakah ia khawatir akan keselamatan pribadinya setelah makin tersedak?
"Kami pikir itu pengecut, terus terang saja, untuk memiliki seorang pria bersembunyi sambil terus mendesak angkatan bersenjata untuk melakukan pembantaian atas warga sipil di negeri sendiri," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Patrick Ventrell.
Apakah Assad sudah berada di luar negeri? Pertanyaan itu sempat mengemuka, berbarengan dengan beberapa pejabat diketahui melintasi perbatasan Turki untuk menyelamatkan diri. Namun, sejauh ini yang dikonfirmasi hanyalah 28 jenderal, minus Assad.
Yang pasti, imbauan Assad untuk mengintensifkan serangan diindahkan anak buahnya. Sausan Ghosheh, juru bicara bagi misi PBB di Suriah, mengatakan bahwa pengamat internasional menyaksikan pesawat tempur menembaki Aleppo, kota terbesar kedua setelah Damaskus, di mana pertempuran sengit telah berlangsung selama 12 hari.
Berbicara kepada wartawan di Damaskus, Ghosheh mengatakan situasi di Aleppo sangat mengerikan. "Kemarin, untuk pertama kalinya, pengamat kami melihat pesawat tempur menembaki warga. Kami juga sekarang memiliki konfirmasi bahwa oposisi berada dalam posisi harus memiliki persenjataan berat, termasuk tank," katanya. Sedang warga sipil kini dalam kondisi kekurangan makanan, air, dan bahan bakar.
Program Pangan Dunia PBB mengatakan sedang mengirimkan bantuan darurat makanan yang cukup untuk 28 orang orang di kota berpenduduk 3 juta jiwa itu. PBB memperkirakan bahwa sekitar 200 ribu warga telah mengungsi keluar dari Aleppo.
Pada hari Rabu, sebuah pesawat militer Ukraina mengevakuasi warganya dan warga Polandia dari Aleppo. Termasuk yang diangkut adalah anak-anak dan wanita yang bersuamikan pria Suriah.
Sebuah video yang diunggah secara online, yang tidak mungkin untuk memverifikasi secara independen, menunjukkan pemberontak mengeksekusi orang yang mereka diidentifikasi sebagai anggota dari shabiha, atau milisi pro-rezim, dalam hujan tembakan. Perkembangan ini menimbulkan masalah serius bagi oposisi, yang telah berusaha untuk mengklaim landasan moral yang tinggi terhadap rezim otoriter yang telah dituduh melakukan kejahatan perang.
AP | TRIP B