TEMPO.CO, Manila - Polisi Filipina mengaku telah menangkap Ahmadsali Badron, seorang pentolan kelompok Abu Sayyaf, yang dituduh kerap melakukan serangan bom, penculikan, dan pemenggalan kepala korban.
Komisaris Besar Edgar Danao, Kepala Pasukan Kepolisian Khusus Filipina Tengah untuk Kejahatan Transnasional, mengatakan, kepolisian menahan Ahmadsali Badron, Sabtu, 28 Juli 2012, di Desa Lamion Tawi Tawi, provinsi selatan negara.
Tawi Tawi terletak di dekat Provinsi Sulu, tempat kelompok Al-Qaeda yang memiliki kaitan dengan Abu Sayyaf berada di hutan belantara. "Badron diduga terkait dengan sejumlah penculikan dan membantu "para teroris" Asia Tenggara keluar-masuk Filipina selatan," ujar petugas.
Badron, Danao menjelaskan, juga menggunakan nama samaran Asmad dan Hamad Ustadz Idris. Dia terlibat dalam 2.000 kali penculikan yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf, termasuk terhadap 21 orang yang hampir semuanya wisatawan Eropa, turis resor penyelam Sipadan, Malaysia. Pria ini diduga pula membantu menyusun rencana keluar-masuknya kelompok Jamaah Islamiyah asal Indonesia untuk melakukan operasinya di Asia Tenggara melalui Filipina.
Danoa mengatakan, salah satu pentolan teroris yang pernah dibantu memasuki Filipina selatan oleh Badron adalah Dulmatin, pria Indonesia yang didakwa membantu merencanakan pengeboman nightclub di Bali pada 2002, yang menyebabkan 202 orang tewas.
Dulmatin, diduga seorang pembuat bom, oleh Amerika Serikat dimasukkan ke daftar teroris paling dicari, bersembunyi selama bertahun-tahun bersama Abu Sayyaf di kawasan Mindanao selatan dan kembali ke Indonesia. Dia tewas ditembak kepolisian Indonesia pada Maret 2010. Dalam memperluas gerakan ekstremisnya, Badron diduga menerima bantuan keuangan dari seorang Palestina. Selain sebagai seorang ulama dari Sulu, Badron juga diyakini menyimpan sejumlah dana tebusan dari Abu Sayyaf.
Abu Sayyaf adalah kelompok perjuangan kelompok Islam Filipina selatan, didirikan pada 1991 di kepulauan Basilan. Kelompok ini diduga menerima dana dan pelatihan dari kelompok-kelompok radikal di Asia dan Timur Tengah, temasuk Al-Qaeda. Keberadaan kelompok ini pada 2001 mendapat perhatian serius Amerika Serikat ketika menculik tiga warga Amerika. Dua korban penculikan itu belakangan dikabarkan tewas.
Penculikan demi penculikan warga asing, termasuk warga Filipina, menyebabkan Washington mengerahkan ratusan tentaranya di Filipina pada 2002 untuk memberikan pelatihan kepada pasukan Filipina dan berbagi informasi intelijen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu upaya militer menangkap atau membunuh hampir seluruh komandan senior Abu Sayyaf.
AL JAZEERA | CHOIRUL