TEMPO.CO, New York - Tindakan James Eagan Holmes melakukan penembakan secara brutal saat pemutaran perdana film Batman, The Dark Knight Rises, di biokop Aurora, Colorado, 20 Juli 2012 masih dianalisis motifnya. Para pakar psikiatri forensik masih mempelajari motif pelaku hingga membuat 12 orang tewas dan 58 luka-luka.
Para pakar itu berfokus pada tiga rincian penembakan, yaitu sasaran adalah orang asing dan bukan rekan atau kenalan, penembak tidak bunuh diri dan memilih ditangkap polisi, serta dia memberi peringatan pada polisi tentang ada jebakan bahan peledak di apartemennya.
Baca Juga:
James Alan Fox, kriminolog Universitas Northeastern yang telah mempelajari kasus pembunuhan massal di Amerika Serikat sejak 1980-an, bersama rekannya, Jack Levin, mengatakan biasanya pembunuhan massal didorong balas dendam, misalnya, membunuh bos yang memecatnya atau profesor yang menganiaya.
Namun, motif pada kasus Holmes berbeda. Dia memang sedang mengurus proses keluar dari Universitas Colorado dalam program doktor ilmu saraf. Namun yang menjadi sasaran bukan dosen atau siswa lain. "Pembunuh ini tidak tahu korban secara pribadi, tapi mereka kembali pada jenis tertentu individu," kata Fox. Karena korban bukan sasaran yang dibenci, maka masuk kategori pembunuhan massal.
"Pelaku memiliki dendam terhadap dunia dan merasa bahwa jika bukan karena sistem, hal-hal akan berjalan lebih baik baginya," kata Fox. "Dia tidak peduli siapa yang dia bunuh selama dia membunuh banyak orang."
Rekan Fox, Jack Levin, profesor sosiologi dan kriminologi di Universitas Northeastern, menambahkan bahwa sekitar 16 persen dari pembunuhan massal menargetkan korbannya adalah orang asing. Mereka biasanya merasa sakit mental berupa gangguan paranoid kepribadian.
American Psychiatric Association mendefinisikannya sebagai "Ketidakpercayaan dan kecurigaan pada orang lain sehingga motif mereka diinterpretasikan sebagai tindakan jahat yang dimulai pada awal masa dewasa."
Namun, tidak ada bukti Holmes merasa paranoid dan tidak ada catatan muncul yang menunjukkan bahwa dia pernah didiagnosis atau dikerjakan untuk segala bentuk penyakit mental. Dengan begitu, Levin setuju tindakan Holmes masuk kategori pembunuh massal yang kegiatan telah dipicu oleh ketegangan parah dan membuatnya melampiaskannya.
"Mereka menyalahkan semua orang, kecuali diri mereka sendiri, untuk frustrasi dan kekecewaan," kata Levin.
Petunjuk lain untuk keadaan mental Holmes adalah bahwa dia menggunakan pelindung tubuh saat melakukan pembantaian massal. Setelah itu, dia menyerahkan diri pada polisi. Biasanya pembunuh massal yang disebut pseudocommandos merencanakan aksi secara cermat untuk kemudian bunuh diri.
Peringatan yang diberikan Holmes soal apartemennya yang penuh jebakan bahan peledak, menurut Fox, memperlihatkan dia merasa telah menyelesaikan misinya. "Dia menunjukkan pada dunia kekuatannya."
Apakah Holmes termotivasi ingin terkenal, hal ini juga sulit digeneralisasikan.
REUTERS | RINA WIDIASTUTI
Berita terkait:
Korban Teror Batman Melahirkan
Penonton Film Batman Dijaga Polisi
''Penembak Batman'' Diduga Sudah Rencanakan Aksinya
Penembak Batman Mirip dengan Aktor Heath Ledger
Korban Penembakan Batman Lamar Kekasih Di RS