TEMPO.CO , Tripoli: Libya akan menggelar pemilihan anggota parlemen besok, 7 Juli, untuk pertama kalinya setelah kekuasaan Muammar Qadhafi selama 42 tahun diakhiri. Sekitar 2,7 juta warga sudah terdaftar untuk memberikan suaranya guna memilih anggota parlemen yang akan bertugas merumuskan konstitusi, membuat undang-undang, dan menunjuk perdana menteri.
Sebanyak 2.500 kandidat memperebutkan 200 kursi yang tersedia di majelis. Pemilihan juga diikuti oleh 85 kandidat perempuan. Dari total jumlah kursi di majelis, 120 kursi diperuntukkan bagi independen.
Sedangkan 80 kursi lainnya diperebutkan oleh 130 partai politik. Adapun jumlah kandidat dari partai politik mencapai 1.202 kandidat, dengan perincian 540 perempuan dan 662 pria.
Diperkirakan rakyat Libya akan memilih kandidat berdasarkan kedekatan agama, tradisi, dan budaya.
Bayou, perempuan berusia 54 tahun yang merupakan kandidat independen, mengatakan akan berfokus pada isu hak asasi manusia, pendidikan, serta menciptakan kesadaran dan saling percaya di Libya. Ini semua untuk segera merumuskan konstitusi.
“Kami perlu melindungi konstitusi baru ini, atau sebaliknya, hal ini tidak akan berguna. Lihat negara-negara sekitar kita, seperti Mesir, Yordania, Maroko, dan Tunisia. Semua negara ini memiliki konstitusi, dan gagal. Libya masih membutuhkan lebih banyak pendidikan untuk isu ini. Kami perlu pengetahuan agar mampu mendukung dan melindungi konstitusi. Pendidikan diperlukan sejak usia yang sangat muda,” kata Bayou, ahli mikrobiologi dari satu universitas di Jerman.
Abu Sidra, 38 tahun, kandidat dari partai Tanah Air (Al-Watan atau Homeland Party), mengatakan ia memilih bergabung dengan Al-Watan karena partai ini memiliki program nasional dengan bingkai Islam karena Libya merupakan negara Islam.
Dari seratus partai lebih, ada tiga partai politik yang diperkirakan akan meraih suara terbanyak dalam pemilihan besok, yakni Al-Ikhwan al-Muslimun Libya yang dipimpin oleh mantan tahanan politik Mohammed Sawan, Al-Watan atau Partai Tanah Air yang dipimpin oleh Abdul Hakim Belhadj, serta Koalisi Pasukan Nasional yang diketuai Mahmoud Jibril.
Al-Ikhwan diperkirakan akan meraup banyak kemenangan, mencontoh keberhasilan kandidat Al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir, Mohammad Mursi, meraih kemenangan dalam pemilihan presiden pada awal Juli lalu.
Al-Ikhwan menjadi oposisi sejak 1940-an. Qadhafi menekan gerakan ini, menangkap ratusan anggotanya dan beberapa di antaranya dihukum gantung.
Al-Watan merupakan gerakan politik radikal anti Qadhafi. Belhadj merupakan mantan pemimpin Kelompok Pejuang Islam Libya. Ia sendiri menjadi pemberontak melawan Qadhafi sejak 1990-an.
Adapun Koalisi Pasukan Nasional juga populer di Libya dengan kebijakan partainya yang lebih sekuler dan berfokus pada bisnis.
AL-JAZEERA | REUTERS | MARIA RITA
Berita lain:
Partikel Tuhan, Kunci Terbentuknya Alam Semesta
Lima Dampak Penemuan Partikel Tuhan
Di Canio: Balotelli Pantas Ditampar Berkali-kali
Diperiksa Sebelas Jam, Sopir Anas Bungkam
Zulkarnaen Diduga Pernah Kongkalikong dengan Nazar