TEMPO.CO, Jakarta – Muhammad Mursi resmi dilantik menjadi Presiden Mesir. Pengambilan sumpah Mursi dilakukan oleh Pengadilan Konstitusi, bukan oleh parlemen seperti yang seharusnya. Soalnya, Pengadilan Konstitusi telah membubarkan parlemen dan Dewan Militer (SCAF) akan menjalankan kewenangan legislatif hingga parlemen terbentuk.
Sebelum dilantik, Mursi sempat menemui massa yang bersukacita, yang memenuhi Lapangan Tahrir, Kairo. Diiringi lagu-lagu patriot Mesir dan lambaian bendera Mesir, Mursi yang terpilih secara demokratis "membakar" semangat massa dengan meneriakkan, “Kita akan melanjutkan perjuangan!” Teriakan itu disambut dengan histeris oleh massa. Kerumunan warga Mesir pun berteriak, “Setiap orang bangkit. Mursi adalah Presiden. Mursi adalah Presiden Republik. Allah Maha Besar!” Acara itu juga menarik perhatian stasiun-stasiun televisi di sana. Mereka menyiarkan acara langka itu secara langsung.
Di depan massa, Mursi mengucapkan terima kasih kepada para martir yang tewas dalam revolusi Mesir. Mursi menegaskan bahwa ia ke Lapangan Tahrir tanpa mengenakan rompi antipeluru. “Saya tidak takut kepada siapa pun, kecuali Allah,” ujarnya. Presiden yang berasal dari aktivis Ikhwanul Muslimin itu kemudian mengucapkan terima kasih kepada pemilihnya dalam pemilihan umum lalu, begitu juga kepada mereka yang tidak memilihnya. Ia bersumpah bahwa tidak seorang pun akan kehilangan haknya atau disingkirkan kontribusinya untuk menyejahterakan negeri ini. “Saya siap bekerja dengan Anda semua: muslim, Kristen, laki-laki, perempuan,” Mursi menegaskan.
Mursi, pria kelahiran 20 Agustus 1951, terpilih setelah mengalahkan Ahmed Shafiq, yang dikenal dekat dengan mantan Presiden Mesir sebelumnya, Hosni Mubarak. Mursi menjadi presiden pertama Mesir setelah jatuhnya kekuasaan Hosni Mubarak. Mursi menang dengan 51,7 persen dukungan, dengan total perolehan 13.230.131 suara. Ia mengalahkan Shafiq, mantan Perdana Menteri Mesir di era Mubarak, yang memperoleh 48,3 persen dukungan atau 12.347.380 suara.
Dalam pidatonya, Mursi juga menjanjikan untuk membebaskan terpidana seumur hidup, Omar Abdul Rahman. Omar, ulama Mesir dan penyandang tunanetra, dihukum karena terlibat dalam pengeboman gedung World Trade Center pada 1993.
AL AHRAM | REUTERS | ASIA ONE | MARIA RITA
Dunia Terpopuler
Ilmuwan Prediksi Gelombang Panas Segera Sapu AS
Jelang Ramadhan, Orang Kaya Arab Malah ke London
Dubes AS untuk Kenya Mundur, Kecewa pada ''Bos''
Dikabarkan Bercerai, Istri Strauss-Kahn Menggugat
Presiden Mesir: Saya Tak Takut kepada Siapa Pun...
Empat Relawan Asing di Kenya Diculik
Assad Tolak Solusi Eksternal Krisis Suriah