TEMPO.CO , Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono nanti malam akan berkomunikasi melalui telepon dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon terkait pernyataan Presiden Bashar al-Assad bahwa Suriah dalam keadaan berperang. Ucapan tersebut, menurut SBY sangat mencemaskn para pimpinan negara-negara.
"Dalam kaitan itulah saya ingin menelpon Sekjen PBB bahwa saatnya telah tiba kali ini, PBB melakukan langkah nyata. Dewan Keamanan harus bersatu. Bukan untuk menjatuhkan Presiden Assad, tetapi untuk menghentikan kekerasan," kata dia saat membuka sidang kabinet paripurna di kantor presiden, Kamis 28 Juni 2012.
Sebelumnya, SBY menuturkan, Indonesia sudah berbicara dengan beberapa pimpinan negara lain. Di antaranya Presiden Rusia Vladimir putin, yang memiliki hubungan dekat dengan Suriah. "Kami memiliki pandangan yang sama, yang penting dihentikan dulu kekerasannya," kata dia.
Sedangkan mengenai proses politik selanjutnya, kata dia, Indonesia dan para pimpinan negara lain akan menyerahkan kepada rakyat Suriah. "Kalau sudah saatnya transisi, ya kita dukung."
Upaya diplomasi semacam ini, kata SBY, pernah dilakukan saat ada perang antara Israel dengan Lebanon. Waktu itu Indonesia, melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi Kerjasama Islam dan para pimpinan regional lain, menggunakan proses internasional untuk mengupayakan gencatan senjata. "Kita mencoba, berhasil atau tidak, tetapi paling tidak bisa melaksanakan amanat dari pembukaan UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia," kata dia.
kemarin, Presiden Assad menyatakan Suriah dalam keadaan berperang dan akan menggunakan segala cara untuk menang. Hari ini, Rusia dan kekuatan besar lainnya, juga telah berbicara kepada mediator perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Liga Arab, Kofi Annan, bahwa mereka mendukung idenya: sebuah kabinet nasional Suriah yang bisa memasukkan unsur pemerintah dan para anggota oposisi, tapi bakal mengeluarkan mereka yang melanggar partisipasi.
ARYANI KRISTANTI