TEMPO.CO , Washington - Tugas tim investigasi militer Amerika Serikat yang menangani kasus prajurit pembakar Al-Quran di Afganistan telah selesai. Mereka merekomendasikan sanksi administratif, bukan pidana, bagi pelakunya.
Menurut sumber Associated Press, laporan itu sudah diserahkan ke Pentagon seminggu lalu. Pemberian sanksi akan diserahkan pada kesatuan masing-masing.
Dalam laporan itu disebutkan pelaku pembakar Al-Quran terdiri atas satu prajurit dari Angkatan Laut dan enam orang dari Angkatan Darat. Sanksi bagi mereka bisa berupa skorsing atau memindahtugaskan ke bagian lain.
Tidak adanya tuntutan pidana ini sejalan dengan pernyataan awal pejabat militer bahwa insiden itu, walau sangat disesalkan, adalah sebuah ketidaksengajaan. Aksi mereka mengundang kemarahan rakyat Afganistan.
Ribuan orang turun ke jalan di seluruh negeri dalam kerusuhan setelah kejadian itu. Lebih dari 30 orang tewas dalam bentrokan, termasuk dua tentara AS yang ditembak oleh seorang tentara Afganistan dan dua penasihat militer AS yang ditembak mati di meja mereka di Kementerian Dalam Negeri.
Al-Quran dan buku Islam lainnya yang dibakar diambil dari Fasilitas Penahanan Parwan. Militer AS percaya, para tahanan saling bertukar pesan melalui buku-buku keagamaan itu.
Para pejabat AS mengatakan mereka tidak tahu bahwa buku-buku yang mereka bakar--dan kemudian diselamatkan oleh beberapa warga Afganistan--merupakan kitab suci. Presiden Barack Obama meminta maaf kepada Presiden Afganistan Hamid Karzai atas kejadian tersebut.
Para pejabat Afganistan, bagaimana pun, telah mengklaim pembakaran itu disengaja dan memperkuat persepsi di negara ini bahwa Amerika tidak sensitif terhadap agama dan budaya warga Afganistan.
AP | TRIP B
Berita terpopuler:
Staf ATC Bisa Disuap agar Pesawat Cepat Mendarat?
Di Langit Cirebon, Dua Pesawat Ini Nyaris Tabrakan
Jupe Dijambak di Depan Kabah
Kontestan Copot Bra, Menteri Thailand Murka
Sudah 24 Jasad Ditemukan Terkubur di Kantor Xanana