TEMPO.CO , London - Presiden Sri Lanka membatalkan pidatonya di London setelah kekhawatiran tentang ancaman demonstrasi besar oleh kelompok Tamil. Mahinda Rajapaksa berada di kota itu untuk menghadiri makan siang bersama Ratu, yang diselenggarakan oleh Sekretaris Jenderal Persemakmuran di Marlborough House.
Ratusan warga Tamil dan pejuang hak asasi manusia berkumpul di luar Marlborough House di pusat kota London untuk menentang kehadiran Rajapaksa. Begitu turun dari Range Rover, ia dihujani cemoohan dan umpatan. Mobilnya tidak berbendera karena alasan keamanan.
Baca Juga:
Ratu menghabiskan beberapa saat dengan Rajapaksa dan tampak sekilas berjabat tangan dengannya. Rajapaksa duduk di meja sebelah kiri bersama Babli Sharma, istri sekjen Persemakmuran; Presiden Namibia Hifikepunye Pohamba dan istrinya; serta Perdana Menteri Selandia Baru John Key dan istrinya.
Rajapaksa sebelumnya direncanakan memberikan pidato utama pada pertemuan Forum Ekonomi Persemakmuran yang dihajat berkaitan Diamond Jubilee pada Rabu pagi. Tetapi penyelenggara acara tersebut, Commonwealth Business Council, menyatakan di situsnya, "Setelah pertimbangan cermat, sesi pagi hari dari forum ini ditiadakan."
Seorang juru bicara Scotland Yard mengatakan telah menyetujui untuk menjamin keamanan presiden tetapi CBC memutuskan tidak ada pidato.
Putusan pembatalan pidato disambut aktivis Tamil. Sen Kandiah, pendiri British Tamil Forum, mengatakan akal sehat telah digunakan dalam acara ini. "Sekarang ada bukti cukup bahwa tuduhan kejahatan perang di Sri Lanka mengarah langsung ke presiden sendiri. Itulah mengapa para pejabat pemerintah Inggris enggan untuk bertemu dengannya. Dia tidak diterima di sini," katanya.
Protes datang setelah seorang pria Sri Lanka, yang meninggalkan bekas luka dan bunuh diri setelah dua minggu penyiksaan, menuduh pemerintah Inggris secara paksa mendeportasi pencari suaka yang kemudian disiksa di Sri Lanka. Korban mengatakan kepada Guardian dia disiksa selama 17 hari setelah dideportasi dari Inggris tahun lalu. Penyiksanya menuduhnya menyampaikan informasi pejabat Inggris tentang pemukulan sebelumnya di tangan pejabat negara dan pelanggaran hak asasi manusia untuk merusak hubungan diplomatik antara kedua negara.
Hal ini menyebabkan Inggris berpikir ulang memulangkan para pencari suaka. Pekan lalu pengadilan tinggi menghentikan deportasi 40 orang ke negeri itu pada menit terakhir, mengutip keprihatinan hak asasi manusia.
TRIP B | GUARDIAN