TEMPO.CO, Bangkok - Aung San Suu Kyi mendapat sambutan meriah saat tiba di Thailand, Rabu, 30 Mei 2012. Lebih dari 1.000 migran Myanmar berjajar di jalan-jalan melambaikan bendera dan mengangkat gambar Suu Kyi.
Tokoh demokrasi Myanmar ini lalu menyampaikan pidato dari balkon sebuah gedung bobrok di kawasan pinggiran Kota Bangkok. Dengan mengenakan blus bermotif bunga dipadukan dengan longhi (sarung) tradisional merah, Suu Kyi, 66 tahun, melambaikan tangan dan tersenyum. Banyak orang meneriakkan "Ibu Suu".
Aktivis buruh asal Myanmar di Thailand diperkirakan mencapai dua juta orang. Sebagian migran mengirimkan penghasilan untuk keluarga mereka di tanah air yang sepertiga penduduknya atau 60 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan itu.
"Saya sudah mengatakan berkali-kali. Saya tidak ingin berjanji,” kata Suu Kyi di hadapan massa. “Tapi saya berjanji akan berusaha melakukan yang terbaik.”
"Saya berharap para pekerja migran Myanmar, sehat dan sejahtera, bebas dari bahaya, dan dapat pulang sesegera mungkin," kata peraih Nobel Perdamaian 1991 ini.
Pertemuan Suu Kyi dengan warga Myanmar di negara lain tak terbayangkan pada 18 bulan lalu. Ketika itu ia dibebaskan dari tahanan rumah setelah pemilihan umum karena dicurigai mendukung sebuah partai militer di balik topeng demokrasi.
Suu Kyi tiba di Bangkok, Selasa malam. Ia dijadwalkan menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Asia Timur, Jumat mendatang.
Suu Kyi akan bertemu dengan pemimpin oposisi Thailand dan mantan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva pada Rabu malam. Namun, ia tidak akan bertemu dengan Thein Sein di Thailand karena ia akan menghadiri forum ekonomi. Ia menunda kunjungannya pada pekan depan tanpa penjelasan.
Bulan depan, Suu Kyi akan mengunjungi Swiss, Norwegia, dan Inggris. Ia akan menghadiri konferensi buruh internasional di Jenewa pada 14 Juni dan memberikan pidato kepada parlemen Inggris.
Thailand menjadi negara pertama yang dikunjungi putri pahlawan kemerdekaan Myanmar, Aung San, setelah meninggalkan rumahnya di Inggris pada 1988. Ketika itu, ia kembali ke Myanmar untuk merawat ibunya yang sekarat. Pada saat itu, di Myanmar sedang meletus pemberontakan demokrasi yang dipimpin mahasiswa.
Suu Kyi lalu dibujuk untuk memimpin gerakan melawan kediktatoran. Inilah yang kemudian membuatnya menjadi tahanan rumah sejak 1989. Ia tidak mau meninggalkan negaranya karena khawatir tidak bisa kembali. Ketika menjalani masa penahanan ia pernah menolak kesempatan untuk pergi ke luar negeri. Bahkan, ia tak keluar ketika suaminya Michael Aris sekarat akibat kanker sampai meninggal tahun 1999.
REUTERS| RINA WIDIASTUTI
Berita terkait:
Singh Undang Suu Kyi ke India
Ke Bangkok, Suu Kyi Mulai Lawatan Pertamanya
Perjalanan Bersejarah Suu Kyi Segera Dimulai
Polisi Myanmar Pukuli Demonstran Listrik Byar-Pet
Listrik Byar-Pet, Seribu Orang Demo di Myanmar