TEMPO.CO, Bangkok - Pemimpin oposisi Myanmar memulai lawatannya ke luar negeri untuk pertama kalinya sejak 1988 dengan mengunjungi Thailand. Di negeri itu, dia dijadwalkan bertemu pekerja migran asal Myanmar di Provinsi Samut Sakhon, selatan Bangkok.
Aktivis pekerja migran, Andy Hall, yang membantu untuk mengatur kunjungan ini mengatakan para pekerja merasa harap-harap cemas mengenai pertemuan ini. "Mereka telah mengimpikan pertemuan ini seumur hidup mereka," katanya. "Kesempatan untuk bertemu salah satu pahlawan mereka. Itu sangat berarti bagi mereka."
Dia mengatakan Suu Kyi akan bertemu warga negara Myanmar dari berbagai kelas sosial. Dari mereka yang telah diperdagangkan dan dijual sebagai budak modern hingga mereka telah mampu menghasilkan uang dan hidup berkecukupan.
Pavin Chachavalpongpun dari Pusat Studi Asia Tenggara di Universitas Kyoto, Jepang, mengatakan banyak orang-orang buangan Myanmar di Thailand. "Banyak pembangkang Myanmar dan pekerja imigran memilih untuk pergi ke sana," katanya.
Di Thailand, Suu Kyi juga diharapkan melakukan perjalanan ke utara negara itu untuk bertemu dengan beberapa dari sekitar 100 ribu pengungsi yang tinggal di kamp-kamp yang mengungsi akibat konflik di wilayah timur perbatasan Myanmar.
Izin bepergian Suu Kyi ke luar negeri merupakan indikasi perubahan dramatis di negeri yang selama 50 tahun dikuasai junta militer. Mantan tahanan politik ini memenangkan kursi di parlemen dan dilantik pada awal bulan ini. Wanita 66 tahun ini menghabiskan 15 dari 22 tahun terakhirnya dalam tahanan rumah.
Ia memenuhi undangan Perdana Menteri Thailand dan menghadiri Forum Ekonomi Dunia se-Asia Timur selama beberapa hari di negeri ini. Keputusan menemui para tenaga migran menunjukkan dukungannya pada kelompok yang terpinggirkan dan rentan terhadap eksploitasi. Mereka yang ada di Thailand umumnya bekerja sebagai pekerja rumah tangga, buruh pabrik serta perahu nelayan. Pasar tenaga kasar di Thailand 80 persennya diisi pekerja asal Myanmar.
TRIP B | AP