TEMPO.CO, Gao - Pemerintah Mali menolak deklarasi kemerdekaan Negara Islam Tuareg, Sabtu, 26 Mei 2012 yang dimotori oleh aliansi pemberontak utara. "Pemerintah Mali menolak ide pembentukan negara Azawad atau negara Islam," kata pejabat pemerintah kepada kantor berita AFP, Ahad, 27 Mei 2012.
"Kendati pernyataan kemerdekaan itu hanya di atas kertas dan bukan de facto. Kami tegaskan bahwa Mali adalah negara sekuler dan akan terus mempertahankannya," kata Hamadoun Toure, Menteri Penerangan pemerintahan transisi Mali.
Baca juga:
Dua kelompok pemberontak yang menguasai wilayah utara Mali telah mengumumkan bahwa mereka sepakat untuk merger dan mendirikan sebuah negara merdeka di separuh wilayah utara bangsa Afrika bagian barat. Merger yang diumumkan pada, Sabtu, 26 Mei 2012, tersebut akan menyatukan angkatan bersenjata kelompok sparatis Tuareg dari elemen Gerakan Nasional untuk Pembebasan Azawad (MNLA) dan para pejuang Ansar Dine (Pelindung Iman) guna menguasai kawasan milik Prancis.
"Saya telah teken sebuah kesepakatan akan terbentuknya negara merdeka dan negara Islam dengan hukum Islam bakal diterapkan di negara ini," kata Alghabass Ag Intalla, pemimpin Ansar Dine.
Kelompok ini dituduh memiliki hubungan dengan Al-Qaeda di kawasan Maghribi (AQIM) yang bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri, penculikan warga asing, sekaligus eksekutor sandera asing.
Berbicara kepada Al Jazeera dari Inggris, Akli Sha'kka, seorang juru bicara Gerakan Pemuda Tuareg, mengatakan bahwa merger ini adalah "sebuah titik balik besar ke sejarah Azawad. "Ia berkata, "(Kerja sama) ini datang setelah terjadi pembicaraan terus-menerus selama sebulan. Dua kelompok ini belum sepakat soal ideologi."
"Namun komunitas internasional harus tahu bahwa hal (kemerdekaan) ini tidak menjelma menjadi sebuah negara ekstrimis. Ini adalah sebuah negara Islam dan negara MNLA akan segera berunding soal penerapan hukum syariah."
Abdel Fatau Musah, Direktur Urusan Politik ECOWAS, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kelompok-kelompok yang merger itu merupakan kelompok oportunis. "Integritas wilayah Mali tak bisa dinegosiasikan," kata Musah. "Kami siap merundingkannya di atas meja, tetapi pembagian wilayah Mali tak mungkin dirundingkan. ECOWAS tidak akan berunding dengan kelompok-kelompok yang menurut kami adalah kelompok teroris."
AL JAZEERA | CHOIRUL