TEMPO.CO , Miranshah - Sebuah jet tanpa awak Amerika Serikat menghantam sekelompok orang yang diduga dari Islam militan di Pakistan utara, Kamis, 24 Mei 2012. Insiden itu menewaskan 10 orang.
Keterangan tersebut disampaikan pejabat intelijen Pakistan kepada media seraya menambahkan bahwa serbuan itu kian meningkatkan tensi hubungan dengan Negeri Adidaya dan sekutunya. Serbuan NATO beberapa waktu lalu menewaskan 24 serdadu Pakistan, sehingga negeri ini menutup jalur suplai NATO ke Afganistan.
Menurut pejabat intelijen, jet tempur tak berawak itu menembakkan dua misil ke sebuah kompleks perkampungan di Waziristan Utara sehari setelah serangan serupa yang menewaskan empat orang yang diduga dari Islam militan di kawasan yang sama.
Amerika Serikat berkali-kali meminta Pakistan menyerbu kawasan pegunungan di Waziristan Utara, tempat yang diduga sebagai basis perlawanan kelompok militan Haqqani. Kelompok ini, menurut Washington, adalah kelompok yang paling menakutkan di Afganistan. Serangan tersebut kian memperburuk hubungan baik antara Washington dan Islamabad menyusul tewasnya 24 serdadu Pakistan oleh serbuan NATO.
Hingga saat ini Pakistan tetap ngotot untuk tidak membuka perbatasannya digunakan sebagai jalur transportasi suplai kebutuhan perang bagi pasukan NATO di Afganistan. Pakistan sepertinya tidak peduli dengan permintaan Amerika Serikat untuk membuka jalur suplai tersebut kendati sudah beberapa kali dilakukan perundingan, termasuk saat pemimpin Pakistan berada di Chicago untuk membahas masalah Afganistan pekan lalu.
Jalur suplai yang ditutup Pakistan merupakan jalur vital bagi NATO yang akan menarik seluruh pasukannya dari Afganistan hingga akhir 2014. Bagi Pakistan, keputusan penutupan tersebut sangat penting mengingat kejadian serupa sudah kerap terjadi dilakukan oleh pasukan NATO.
Serangan Amerika Serikat ke pegunungan Waziristan Utara bisa jadi sebagai bentuk frustrasi mereka. Sebelumnya, otoritas Pakistan menjatuhi hukuman penjara seorang doktor selama 30 tahun yang dituduh membantu CIA menemukan persembunyian Usamah bin Ladin.
REUTERS | CHOIRUL