TEMPO.CO, Mandalay-- Listrik yang setiap hari padam selama tiga bulan terakhir memicu demonstrasi besar di beberapa kota di Myanmar, dua hari terakhir.
Di Negara Bagian Mandalay, di utara Myanmar, sekitar 1.000 orang berdemo dengan membawa lilin. Sudah dua malam mereka menggelar protes terbesar sejak Revolusi Saffron tahun 2007.
Mereka marah karena hanya menikmati listrik sekitar lima jam dalam sehari dalam tiga bulan terakhir. Mereka menuntut pemerintah segera mengatasi kekurangan listrik.
Pejabat berwenang Mandalay menggelar konferensi pers untuk menjelaskan alasan pemutusan listrik di kawasan itu. Menurut pejabat tersebut, sejak musim panas, permintaan terhadap listrik mengalami kenaikan. Sedangkan curah hujan yang rendah membuat bendungan untuk pembangkit listrik tenaga air mengalami kerusakan sehingga listrik padam.
Warga yang berdemo tidak begitu saja menerima alasan tersebut. Mereka malah menuntut penjelasan berapa harga listrik yang diproduksi dari kawasan itu, yang kemudian dijual ke Cina.
Aksi juga berlangsung di tiga kota lainnya, yakni Kota Monywa dan Pyay di selatan Myanmar serta Thone Kwa dekat Rangoon.
Untuk mengatasi kelangkaan listrik, Myanmar telah berencana membangun sejumlah pembangkit listrik bekerja sama dengan Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Namun jadwal konstruksi belum dijelaskan.
Pembangkit listrik berdaya 600 megawatt akan dibangun di dekat Rangoon, yang bekerja sama dengan Jepang, dan pembangkit berdaya 500 megawatt akan dibangun atas kerja sama dengan Korea Selatan. Sedangkan kerja sama dengan Amerika Serikat tidak ada penjelasan.
RADIO FREE ASIA | MIZZIMA | MARIA RITA