TEMPO.CO , Sana'a - Masyarakat internasional mengutuk aksi bom bunuh diri di Yaman yang menewaskan hampir 100 orang tentara pada Senin 21 Mei 2012. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, Selasa 22 Mei, mengecam dengan "kata-kata keras" atas aksi kekerasan yang terjadi di Ibu Kota Sanaa tersebut.
Presiden Prancis Francois Hollande di tengah KTT NATO di Chicago, Amerika Serikat, mengutuk serangan itu sebagai aksi barbar. Adapun Presiden Amerika Serikat Barack Obama, selain mengecam, sangat prihatin soal aktivitas ekstremis di negeri itu.
Baca Juga:
Yaman praktis menjadi front utama perang melawan Al-Qaidah. Tak mengherankan Obama menjanjikan terus membantu negeri itu mengatasinya. "Itu penting buat keamanan Amerika. Juga penting buat stabilitas Yaman dan kawasan," katanya di sela KTT NATO di Chicago.
Washington sudah meningkatkan dukungan militer untuk pemerintahan Presiden Abd Rabbo Hadi Mansour dan militer Amerika Serikat beberapa kali membidik target-target militan di Yaman dengan pesawat tempur tak berawak.
Senin 21 Mei 2012, beberapa jam setelah serangan bom, Presiden Hadi Mansour menjanjikan aksi lebih keras dan tegas terhadap para militan. "Perang melawan teroris akan terus berlanjut sampai tertumpas semua hingga ke akar-akarnya, tanpa ampun," kata Hadi seperti dikutip kantor berita Saba.
Sebuah kelompok yang berafiliasi ke Al-Qaidah, Selasa 22 Mei mengancam akan meningkatkan serangan jika upaya penumpasan terhadap militan yang didukung Amerika Serikat tidak dihentikan. Pengeboman kemarin, selain menewaskan puluhan tentara dan melukai 222 orang lainnya, kian membahayakan Yaman yang menghadapi bentrokan berdarah dengan militan. Bahkan bisa mengancam jalur pelayaran internasional di Teluk Aden dan Laut Merah.
Sehari sebelumnya Yaman diguncang serangan bom. Seorang bomber berpakaian seragam militer menyusup ke lokasi paling dijaga ketat di Yaman dan meledakkan diri. Kementerian Pertahanan Yaman menyatakan jumlah korban sedikitnya 96 prajurit.
Serangan terjadi sekitar 200 meter dari Istana Kepresidenan, yakni di Sabeen Square, di Ibu Kota Sana’a. Ledakan di markas keamanan tampaknya menjadi serangan tunggal paling mematikan terhadap tentara Yaman. Menurut beberapa pejabat, selain puluhan korban tewas, sebanyak 200 orang terluka, termasuk lusinan dalam kondisi kritis.
Lebih dari sejam setelah ledakan, di lokasi masih tergeletak mayat-mayat berlumuran darah. "Kami mendengar sebuah ledakan dahsyat. Beberapa menit berselang, begitu banyak kendaraan ambulans. Tampaknya seratusan orang menjadi korban," kata Ali al-Husseini, warga di dekat lokasi.
Beberapa paramedis yang dihubungi AFP menuturkan para korban terluka dirawat di tujuh rumah sakit di Sana’a.
Menurut juru bicara Kedutaan Besar Yaman di Washington, Amerika Serikat, Mohammed Albasha, ledakan itu membidik geladi resik parade militer di Sana’a. Kementerian Pertahanan Yaman menyebutkan Menteri Pertahanan Mohammed Nasser Ahmed, yang berada di lokasi, dapat diselamatkan tanpa terluka. Begitu pula Kepala Staf Ahmed al-Ashwal.
Ledakan terjadi ketika para tentara dari pasukan keamanan, yang dikomandani seorang kemenakan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, menggelar latihan untuk parade militer menandai 22 tahun penyatuan Yaman utara dan selatan pada hari ini.
Sejak 1990, 22 Mei diperingati sebagai Hari Nasional Penyatuan. Perwira Kepolisian Kolonel Abdul Hamid Bajjash, yang bertugas keamanan di area ledakan, menyatakan serangan ini "khas dilahirkan Al-Qaidah".
CNN | BBC | AP | EURONEWS | THE GLOBE AND MAIL | DWI ARJANTO