TEMPO.CO, Jerusalem—Lebih dari seribu warga Palestina yang ditahan oleh Israel melanjutkan aksi mogok makannya sebagai protes atas buruknya kondisi penjara dan penahanan tanpa proses hukum.
Kebanyakan para tahanan sudah mogok makan sejak sebulan lalu. Bahkan dua tahanan bernama Thaer Halahleh dan Bilal Dia telah melakukan mogok makan lebih dari 70 hari lamanya.
Menurut beberapa sipir penjara, sedikitnya 1.669 dari 4.600 warga Palestina yang ditahan oleh Israel menolak makan. Namun, menurut sejumlah warga Palestina, jumlahnya lebih besar, yakni mencapai 2.500 tahanan yang melakukan mogok makan.
Aksi mogok makan tahanan Palestina menimbulkan reaksi dari pemerintah Palestina, Mesir, dan Inggris.
Pemimpin Palestina, Mahmoud Abbas, mengingatkan akan terjadinya “bencana nasional” jika para tahanan yang mogok makan itu tewas.
“Situasi para tahanan sangat membahayakan,” kata Abbas saat bertemu Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Komite kemudian mengajak seluruh warga Palestina untuk berpuasa kemarin sebagai bentuk solidaritas dengan para tahanan.
Mesir dan pejabat Palestina kemarin mengatakan mereka telah mendekati kesepakatan dengan Israel untuk mengakhiri aksi mogok makan para tahanan Palestina.
Israel didesak untuk menghapus kebijakan yang disebut “penahanan administrasi”. Kebijakan ini membolehkan seseorang ditahan tanpa proses persidangan. Kebijakan ini juga yang mengubah tahanan untuk didakwa atau dibebaskan.
Israel juga didesak untuk memindahkan para tahanan dari sel isolasi ke sel biasa dan mengizinkan keluarga untuk mengunjungi para tahanan.
Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair utusan untuk Kuartet negara-negara Timur Tengah melayangkan suratnya kepada Israel. Dalam suratnya Blair menuntut mengambil semua langkah penting untuk mencegah terjadinyanya hal tragis yang berdampak serius pada stabilitas dan situasi keamanan.
AP I TELEGRAPH I MARIA RITA