TEMPO.CO, Washington - Usamah bin Ladin tidak pernah 'menganggap penting' Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Dalam surat rahasia yang dibuka ke publik, Bin Ladin memerinci bagaimana ia mengincar Presiden Barack Obama, tapi tidak wakilnya.
Dalam sebuah seruan kepada wakilnya, ia meminta tangan kanannya membentuk tim di Pakistan dan Afganistan untuk menyasar setiap pesawat yang diperkirakan ada Obama di dalamnya.
"Alasan untuk berkonsentrasi pada mereka adalah Obama otak semuanya. Membunuh dia secara otomatis akan membuat Biden mengambil alih kepresidenan... karena merupakan norma di sana," tulis Bin Ladin.
Bin Ladin mengatakan Biden sama sekali tidak siap untuk posisi presiden, yang akan memimpin Amerika Serikat ke dalam krisis. "Adapun (David) Petraeus adalah tokoh pada tahun terakhir perang, dan membunuh dia akan mengubah jalan perang."
Bin Ladin termasuk aktif berkorespondensi. Bahkan, hanya beberapa hari sebelum penggerebekan yang menewaskannya, ia masih menulis. Ia menyebutkan musim semi Arab bisa menjadi titik balik bagi kaum muslim. Pada saat tulisan dibuat, Zine El Abidine Ben Ali dan Husni Mubarak telah jatuh dari kekuasaan di Tunisia dan Mesir.
"Jatuhnya tiran yang tersisa di kawasan itu tak terelakkan," tulis Bin Ladin dalam sebuah surat pada 25 April 2011. "Jika kita melipatgandakan usaha kita untuk membimbing, mendidik, dan memperingatkan kaum muslim, maka tahap berikutnya kita akan menyaksikan (kemenangan) bagi Islam, jika Allah menghendaki," tulisnya.
Dokumen yang dirilis oleh Pusat Penanggulangan Terorisme di West Point itu menggambarkan Bin Ladin semakin frustrasi dan terisolasi. Ia juga berjuang untuk tetap mempertahankan kontrol atas gerakan global yang ia ciptakan. Dia juga khawatir anak buahnya mulai 'nakal' dan menjalankan aksi tanpa berkoordinasi dengannya terlebih dulu.
Tidak mengherankan jika Bin Ladin mengalami kesulitan dalam mengendalikan bawahannya. "Satu masalah dalam menjalankan sebuah organisasi pembunuh dan fanatik adalah mereka akan sulit mengontrol," kata Bruce Riedel, mantan pejabat CIA di Brookings Institution, sebuah lembaga think tank.
Bin Ladin tampaknya hampir meremehkan peran Anwar al-Awlaki, anggota Al-Qaidah kelahiran Amerika yang tewas akibat serangan pesawat tak berawak Amerika tahun lalu. Ia kerap dijuluki sebagai 'Bin Ladin di Internet'.
Riedel memperingatkan untuk tidak menarik kesimpulan terlalu banyak dari dokumen itu karena itu hanya sebagian kecil dari ribuan dokumen yang disita. Dokumen yang dirilis Kamis, 3 Mei 2012 itu tidak memberi petunjuk apa pun tentang bagaimana Bin Ladin bisa bersembunyi di Pakistan dan apakah ada orang dalam pemerintahan yang membantunya.
TRIP B | USA TODAY