TEMPO.CO, Yangon - Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa Ban Ki Moon melakukan kunjungan bersejarah ke Myanmar pada hari Minggu. Ia memuji proses reformasi politik dan ekonomi di Myanmar meski disebutnya 'masih rapuh'.
Ban dijadwalkan akan bertemu Presiden Thein Sein dan Aung San Suu Kyi, pemimpin pro-demokrasi yang dikenakan tahanan rumah selama bertahun-tahun dan baru-baru ini memenangkan kursi di parlemen Myanmar.
Berbicara pekan lalu, Ban mengatakan kunjungannya datang pada "saat kritis" bagi negara Asia Selatan, yang juga dikenal sebagai Burma ini. "Myanmar berada di awal transisi," kata Ban. "Banyak tantangan terbentang di depan keprihatinan dan belum ditangani. Namun kita memiliki kesempatan yang tak pernah terjadi sebelumnya untuk membantu kemajuan negara menuju masa depan yang lebih baik."
Hubungan Myanmar dengan dunia internasional mencair setelah negara ini mulai menerapkan reformasi ekonomi dan membuka dialog dengan kelompok-kelompok etnis minoritas dan pemberontak.
Ban memuji reformasi baru-baru ini, termasuk pemilihan umum dan langkah-langkah menuju rekonsiliasi dengan para pemberontak dan gerakan oposisi. Namun dia mengatakan banyak yang harus dilakukan. "Sekarang adalah saatnya bagi masyarakat internasional untuk berdiri bersama di sisi Myanmar," katanya. "Namun kita juga menyadari hal ini merupakan awal baru yang masih rapuh."
Sebelumnya, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton bertemu dengan Suu Kyi, Sabtu. Ashton akan membuka kantor kedutaan tingkat baru untuk Uni Eropa di Yangon untuk "memberi dukungan bagi Myanmar di jalan menuju demokrasi penuh".
TRIP B | CNN