TEMPO.CO , BEIRUT:-- Suriah menuntut "jaminan tertulis" bahwa para penentang akan meletakkan senjatanya sebelum pemerintah menarik tentaranya dari kota-kota. Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Jihad Makdissi, menyatakan laporan-laporan bahwa Damaskus akan menarik pasukannya mulai Selasa pekan lalu adalah "keliru".
Makdissi mengatakan utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Liga Arab, Kofi Annan, sejauh ini telah gagal memberi pemerintah Suriah "jaminan tertulis menghargai penerimaan kelompok-kelompok teroris bersenjata untuk menghentikan kekerasan dengan semua bentuknya dan kesiapan mereka meletakkan senjata".
Gencatan senjata berarti tahap jalan untuk negosiasi antara pemerintah dan oposisi dalam mengakhiri krisis setahun yang, menurut PBB, telah menewaskan 9.000 jiwa.
Makdissi menambahkan, Suriah tidak akan membiarkan apa yang terjadi selama misi pengamatan Liga Arab di Suriah pada Januari lalu terulang. Yakni, ketika rezim menarik pasukan bersenjata dari kota-kota yang mereka kepung, hanya untuk melihat para pemberontak membanjiri area yang telah ditinggalkan militer pemerintah. "Kelompok-kelompok teroris memanfaatkan hal itu buat mempersenjatai elemen-elemennya dan melebarkan kekuasaannya di banyak distrik."
Dari Jenewa, Annan mendesak pasukan Suriah dan pejuang oposisi menghentikan segala bentuk kekerasan sekitar pukul 06.00 pagi waktu Damaskus (03.00 GMT) pada 12 April, segaris dengan rencana damai enam poin yang disepakati pada 27 Maret.
"Saya kaget oleh beberapa laporan baru-baru ini soal meruyaknya kekerasan dan bentrokan di beberapa kota dan desa di Suriah, yang berujung pada naiknya jumlah korban jiwa, pengungsian, yang mencederai jaminan yang diberikan kepada saya," demikian pernyataan Annan dalam sebuah pernyataan oleh kantornya di Jenewa.
AP | Reuters | Dwi Arjanto