TEMPO.CO , Tripoli - Pemimpin pemerintah sementara Libya dan tokoh revolusi, Mustafa Abdul Jalil, Rabu, 4 April 2012, mengancam akan mengundurkan diri bila Libya gagal menyelenggarakan pemilu.
Belakangan ini telah terjadi aksi kekerasan yang melibatkan bekas para pemberontak. Menurut Jalil dalam sebuah wawancara dengan Al Arabiya, "Pasukan keamanan akan menghantam siapa saja yang mengancam keamanan Libya."
"Saya merencanakan mundur bila pemilu gagal," kata Ketua Dewan Transisi Nasional (NTC) mengomentari jadwal pelaksanaan pemilu dewan konstituante, 9 Juni 2012.
Menurut Al Arabiya, pernyataan itu disampaikan terkait dengan bentrok berdarah di perbatasan Tunisia yang menewaskan sedikitnya 26 orang. "Kami tidak akan mengizinkan darah tumpah lagi di Lbya," ujarnya.
Belum lama ini bentrok berdarah di perbatasan Tunisia, melibatkan kelompok bersenjata Berber dari Zawarah melawan sejumlah pria bersenjata dari Kota Regdalin dan Jamil. Kedua kelompok ini berperang sejak konflik 2011 yang berakhir dengan tumbangnya Muammar Qadhafi dari tampuk kekuasaan.
Otoritas Libya, Rabu, memperingatkan bahwa gangguan keamanan dapat menggagalkan pemilu anggota dewan konstituante. Oleh karena itu, seluruh kekerasan harus segera dihentikan terutama di bagian barat negara.
"Gangguan keamanan dapat mempengaruhi keputusan pemilu," ujar juru bicara pemerintah Nasser al-Manaa kepada wartawan di Tripoli. Dia tegaskan seluruh menteri pemerintah sedang mempersiapkan pemilu, tapi kekerasan terus berlanjut sehingga bisa menjadi tekanan bagi NTC untuk mengundurkan jadwal pemilu.
AL ARABIYA NEWS | CHOIRUL