TEMPO.CO , Kairo - Mesir mencabut larangan perjalanan bagi tujuh warga Amerika Serikat yang sedang diadili atas tuduhan memobilisasi kelompok pro-demokrasi untuk mengobarkan kerusuhan. Langkah ini merupakan sinyal dari akhir krisis terburuk dalam hubungan antara Mesir dan Amerika Serikat dalam 30 tahun terakhir.
Sengketa ini telah menempatkan US$ 1,5 miliar bantuan AS ke Mesir pada risiko, memicu negosiasi intens antara pejabat AS dan penguasa militer Mesir untuk menemukan solusi.
Para pejabat Mesir mengatakan larangan perjalanan dicabut oleh jaksa negara atas rekomendasi hakim yang menangani kasus ini. Para pejabat meminta namanya dirahasiakan karena sensitivitas kasus ini.
Namun pengacara Tharwat Abdel-Shaheed mengatakan tujuh orang Amerika hanya bisa meninggalkan negara itu jika mereka membayar jaminan 2 juta pound Mesir (setara dengan US$ 300 ribu). Ketujuh orang ini juga harus menandatangani janji untuk menghadiri sidang berikutnya.
"Larangan itu dicabut atas dasar kemanusiaan, tapi jaminan yang diminta terlalu tinggi," kata Abdel-Shaheed kepada The Associated Press.
Ketujuh orang ini termasuk anak Menteri Transportasi Amerika Serikat, Ray LaHood. Selain warga Amerika, 27 lainnya juga diadili, termasuk 16 orang dari Jerman, Palestina, Yordania Serbia, dan warga negara asing lain.
Sidang dibuka pada hari Minggu dan ditunda sampai 26 April. Tapi tiga hakim mengundurkan diri pada Selasa, dengan alasan "kegelisahan".
Kasus ini telah membuat para pejabat AS murka dan mengancam akan menghentikan bantuan ke Mesir. Rata-rata bantuan yang digelontorkan AS adalah US$ 1,3 miliar untuk bantuan militer dan US$ 250 juta untuk bantuan ekonomi.
Mesir dan Amerika Serikat merupakan sekutu dekat sejak akhir 1970-an, segera setelah Mesir memutuskan kemitraan dengan Uni Soviet dan menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel. Mesir adalah negara Arab pertama yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
TRIP B | REUTERS