TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hak Asasi Manusia Organisasi Kerja Sama Islam (IPHRC-OIC) akan mengemban tiga tugas utama untuk mengembangkan HAM di antara negara-negara anggota OKI. Tugas tugas tersebut adalah membantu negara anggota memenuhi standar HAM, membantu negara-negara angggota OKI melaporkan catatan HAM, serta meningkatkan kapasitas negara-negara anggota.
“Masih banyak negara anggota OKI yang belum memiliki standar instrumen yang dalam konteks hak asasi manusia,” kata komisioner asal Indonesia, Siti Ruhaini Dzuhayatin, seusai pertemuan sesi pertama Komisi HAM OKI yang digelar Jumat, 24 Februari 2012. Peningkatan kapasitas menjadi salah satu hal yang muncul dalam diskusi tersebut. Sebab hal itu dinilai akan menjadi instrumen yang cukup efektif dalam mempromosikan dan menegakkan HAM di negara-negara anggota OKI.
Penekanan terhadap jaringan kerja antara Komisi dengan berbagai pihak terkait sebagai bagian dari peningkatan kapasitas dan institusi. Komisioner Mesir dan Pakistan menekankan pentingnya proses pemberdayaan masyarakat sipil dalam promosi dan penegakan HAM. Mereka menganggap proses dialog antara pemerintah dan masyarakat sipil akan berperan sangat penting dalam pembangunan hak asasi manusia.
Komisi ini, ujar Ruhaini, diharapkan dapat secara rutin meninjau komitmen ratifikasi negara-negara OKI terhadap konvensi hak asasi manusia internasional dan instrumennya. “Tentu Komisi juga harus meninjau apa yang menjadi keberatan dari negara-negara tersebut sehingga semakin banyak negara OKI meratifikasi aturan tentang hak asasi manusia,” kata Ruhaini.
Komisi ini, menurut Ruhaini, harus dapat menjembatani universalitas hak asasi manusia dengan diversifikasi nilai tradisional dan Islam di masing-masing negara.
Krisis identitas di banyak negara Islam, menurut mantan Pelapor Khusus Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk kasus pelanggaran hak-hak minoritas, Dou Dou Diene, menjadi tantangan khusus bagi Komisi. “Komisi ini harus membangun mekanisme agar masalah krisis identitas yang menyebabkan fundamentalisme berhadapan dengan globalisme menjadi fokus negara anggota OKI,” ujarnya.
SITA PLANASARI AQUADINI