TEMPO.CO , Damaskus - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov tiba di ibu kota Suriah, Damaskus, untuk menekan Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam mengatasi gerakan revolusi berdarah yang terjadi di negara itu. Lavrov yang didampingi pejabat intelijen Kementerian Luar Negeri Rusia tiba hari ini, Selasa, 7 Februari 2012.
Ia tiba di Damaskus tiga hari setelah Rusia dan Cina sepakat memveto draf resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diajukan negara Arab dan Barat untuk mengubah rezim di Suriah. Draf ini menyerukan pengunduran diri Presiden Suriah Bashar al-Assad di tengah kekerasan yang memburuk di negara itu.
Rusia berpendapat draf resolusi DK PBB hanya berpihak pada satu sisi dan akan menimbulkan perang sipil. Langkah Rusia diikuti oleh Cina.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan Rusia bertujuan menstabilkan kondisi di Suriah. “Reformasi untuk menciptakan demokrasi sudah saatnya dilaksanakan di Rusia,” kata juru bicara tersebut.
Rusia yang sedang mempertahankan hubungan strategis dengan Timur Tengah menghadapi dua kemungkinan terkait dengan usahanya menstabilkan Suriah. Pertama, menjatuhkan rezim Assad atau mencarikan jalan keluar bagi negara itu.
Editor di jurnal Rusia, Global Affairs, mengomentari hak veto yang diberlakukan Rusia. “Tugas utama Lavrov adalah memberikan solusi bagi Assad apabila kerusuhan masih berlanjut. Yang diperlukan adalah pertahanan militer eksternal Suriah,” ujarnya.
Ini adalah kedua kalinya Cina dan Rusia menggunakan hak veto mereka untuk memblokir rancangan resolusi DK PBB sejak Oktober tahun lalu.
Pada draf awal Februari ini kedua negara tersebut kembali melakukan veto. Sebanyak 13 negara, termasuk Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat memberikan suara mendukung resolusi terhadap Suriah. Namun tidak bagi Cina dan Rusia yang memiliki hak eksklusif membatalkan suatu resolusi (hak veto).
REUTERS | SATWIKA MOVEMENTI