TEMPO.CO, Kairo - Sebanyak 19 warga Amerika akan menghadapi tuntutan kriminal dengan tuduhan pendanaan grup pro-demokrasi. Langkah pemerintah Mesir yang diumumkan pada Ahad lalu itu dinilai provokatif dan dapat menghalangi bantuan Amerika ke negeri yang terkenal dengan bangunan piramidanya. Selain 19 warga Amerika, pemerintah Mesir juga menahan 24 pegawai lembaga swadaya masyarakat.
Padahal, sebelum penahanan ini, Mesir dan Amerika adalah dua karib selama tiga dekade. Tetapi, akibat langkah provokatif ini, Washington menjadi marah dan berencana membatalkan bantuan US$ 1,5 miliar untuk tahun ini.
Sabtu lalu, Sekretaris Negara Hillary Rodham Clinton telah memperingatkan Mesir tentang pembatalan bantuan tersebut. Kementerian Mesir melalui Mohammad Amr merespons peringatan Hillary tersebut dengan menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa mengintervensi kerja aparat hukum.
"Kami berusaha terbaik, tetapi kami tidak bisa mencampuri proses investigasi saat ini," ujar Amr kepada wartawan pada Konferensi Keamanan di Munich, Jerman.
Penyelidikan kepada lembaga nirlaba di Mesir dihubungkan dengan gejolak politik yang melanda negara tersebut sejak penggulingan Husni Mubarak, sekutu dekat Amerika, selama lebih dari 30 tahun.
Target investigasi ini melibatkan sebuah lembaga yang terhubung dengan Amerika dengan kantor pusat di Kairo. Lembaga tersebut dipimpin oleh Sam LaHood, putra Sekretaris Transportasi Amerika Serikat Ray LaHood. Sam LaHood dilaporkan masuk dalam 19 orang yang menghadapi tuntutan.
Mesir telah melarang sejumlah organisasi nirlaba, termasuk milik LaHood, International Republican Institute. Akibat masifnya penangkapan ini, tercatat tiga warga negara Amerika yang masuk dalam penyelidikan kini berlindung di Kedutaan Amerika Serikat di Mesir.
Kini ke-43 orang tersebut dilarang meninggalkan Mesir. Belum ditentukan kapan mereka akan mulai menghadapi persidangan. Ancaman penjara yang menanti para aktivis tersebut antara tiga hingga tujuh tahun, tergantung tuduhannya.
AJC | WASHINGTONPOST | DIANING SARI