TEMPO.CO, Port Said - Kantor Kementerian Dalam Negeri Mesir, Jumat, 3 Februari 2012 kemarin, menjadi sasaran amuk para demonstran yang menuntut pertanggungjawaban atas tewasnya 74 orang dalam kerusuhan sepak bola di Port Said pada Rabu malam lalu.
"Kami akan bertahan di sini sampai kami mendapatkan hak kami. Apakah kamu menyaksikan apa yang terjadi di Port Said?" teriak Abu Hanafy, demonstran berusia 22 tahun, yang baru saja pulang dari tempat kerjanya kemudian bergabung dengan demonstran.
Ini demonstrasi hari kedua sebagai protes atas kerusuhan di Port Said. Pasukan polisi menyerang para pemrotes dengan menyemprotkan gas air mata dan menembaki demonstran untuk membubarkan aksi protes. Para demonstran membalasnya dengan lemparan batu ke arah polisi.
Sedikitnya tiga orang tewas dalam aksi berdarah itu. Seorang demonstran tewas dengan luka tembak dari arah belakang dalam jarak dekat di luar kantor Kementerian Dalam Negeri. Dua demonstran lainnya tewas ketika polisi menembak para demonstran di Kota Suez, sebelah selatan arah Kanal Suez.
Akibat kerusuhan sepak bola yang juga melukai sekitar 1.000 orang itu, parlemen Mesir yang baru terpilih mengadakan rapat darurat. Juru bicara parlemen, Mohammad al-Katatni, mengatakan polisi gagal dalam menjalankan tanggung jawabnya melindungi para suporter. "Revolusi kami dalam bahaya besar," ujarnya.
Para demonstran meyakini kerusuhan terjadi sebagai bentuk provokasi para pendukung Husni Mubarak, bekas Presiden Mesir, yang kini berstatus terdakwa atas kasus pembunuhan para demonstran yang menuntutnya mundur.
Menteri Dalam Negeri Mohamed Ibrahim menyalahkan para penggemar sepak bola yang saling memprovokasi hingga kerusuhan terburuk dalam dunia sepak bola itu terjadi. Pemerintah junta militer Mesir memberlakukan hari berduka selama tiga hari.
Ismail, pekerja dermaga, mengaku melihat para fan masuk ke stadion dengan membawa pisau dan senjata tajam lainnya. "Tidak ada pemeriksaan keamanan," ujarnya. Mereka berkelompok sedikitnya 15 orang. Kerusuhan kemudian terjadi dan lapangan sepak bola dibanjiri darah.
REUTERS | TELEGRAPH | BBC | MARIA RITA
Berita Terkait
Demi Gigi Palsu, Wanita Ini Rampok Bank
Pernikahan Sesama Jenis Akan Legal di Washington
Donald Trump Dukung Romney
100 Orang Masih Terjebak di Feri Papua Nugini
Beli Buku secara Online, Dapat 'Bonus' Kokain