TEMPO.CO, Taiwan - Presiden Taiwan Ma Ying-jeou kembali memenangi pemilihan umum presiden yang berlangsung pada Sabtu, 14 Januari 2012. Selain disambut gembira pendukungnya, kemenangan ini juga disambut gembira pemerintah Cina.
"Saya pikir Cina akan senang dengan kemenangan Ma," ujar J. Bruce Jacobs, profesor untuk kajian Asia di Monash University, Australia.
Dalam rilis yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Masalah Taiwan, setara dengan kabinet di Cina, pemerintah Cina memuji hasil pemilihan umum tersebut. "Kami bersedia untuk bergandengan tangan dengan semua lapisan masyarakat Taiwan untuk terus menentang kemerdekaan Taiwan," ujar rilis tersebut.
Sebuah harian rakyat yang dijalankan Partai Komunis Cina menyambut dengan senang terpilihnya kembali Ma. Dalam editorialnya, harian ini menulis kemenangan Ma adalah pilihan yang dibuat warga Taiwan untuk lebih dekat dengan Cina. "Hasil ini akan meningkatkan hubungan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak dan ini adalah keinginan umum bagi semua orang di Taiwan," ujarnya.
Dalam pidato kemenangannya, Ma mengklaim kebijakannya terhadap Cina merupakan hal yang tepat. "Orang-orang telah menyetujui kebijakan saya untuk menyisihkan perselisihan (dengan Cina) dan berjuang untuk perdamaian, mengubah bahaya menjadi peluang bisnis," ujar Ma.
Ma berharap kesepakatan perlindungan investasi dengan Cina pada awal tahun ini diikuti juga oleh pemotongan tarif. Sedangkan Cina berharap pembicaraan mengenai isu-isu perdagangan akan mengarah ke topik politik dan reunifikasi formal.
Cina dan Taiwan secara historis merupakan satu wilayah. Taiwan berpisah dari Cina usai Perang Saudara pada 1940-an. Cina tak mengakui kedaulatan Taiwan yang didirikan sejak 1949. Sementara, dalam perspektif Taiwan, mereka adalah negara merdeka yang berdaulat.
LATIMES | ANANDA PUTRI