TEMPO.CO , Benghazi - Ratusan serdadu Libya menggelar aksi protes di sebelah timur Kota Benghazi, Kamis, 5 Januari 2011. Mereka menuntut pembayaran gaji mereka yang terlambat. Para serdadu yang tak berminat bergabung dengan tentara nasional baru Libya ini juga mengeluh karena barak mereka direbut oleh kelompok milisi.
Para serdadu, yang terpinggirkan di era Muammar Qadhafi, berkumpul di kantor cabang bank sentral Benghazi. Mereka datang dengan berseragam militer lengkap. Menurut mereka, pemerintahan baru harus fokus untuk membangun tentara baru ketimbang memberikan uang kompensasi kepada bekas pemberontak yang membentuk milisi regional yang berkuasa sejak Qathafi jatuh.
“Kaum revolusioner tidak ingin bergabung dengan organisasi militer. Mereka ingin mempertahankan kondisi seperti ini,” kata Al Mabrouk Abdullah al-Oraibi yang sebelumnya bekerja di Departemen Pembukuan Militer, tetapi pindah ke Polisi Militer.
Qadhafi tak mempercayai militer dan secara efektif membongkar angkatan bersenjata pada 1990-an, kemudian menyisakan mereka dengan sedikit pasukan dan senjata. Dia menempatkan kekuasaan di tangan milisinya sendiri yang bergerak lincah untuk menumpas para penentangnya pada Februari 2011.
Sejumlah besar perwira militer membelot ketika pemberontakan pecah di negeri itu. Beberapa serdadu biasa ditekan untuk bertempur bagi Qadhafi, tetapi banyak di antara mereka memilih tinggal di rumah atau bergabung dengan revolusi.
“Kami tidak dibayar selama beberapa bulan. Dewan Nasional menyingkirkan tentara Libya dan mereka lebih memilih para milisi,” ujar Oraibi, 28 tahun.
Awal pekan ini, Libya menunjuk Kepala Angkatan Bersenjata sebagai langkah awal pembentukan militer baru. Pada saat yang sama, Ketua Dewan Transisi Nasional (NTC) Mustafa Abdul Jalil mengingatkan peperangan di antara milisi dapat memicu perang saudara setelah empat militan terbunuh dalam sebuah pertikaian di Tripoli.
Para bekas pemberontak menginginkan uang lebih banyak sebagai upah menyingkirkan Qathafi. Mereka juga ingin pemerintah memotong gaji para pejabat tinggi yang melayani Qadhafi.
Oraibi mengatakan NTC harus mulai menyusun kembali tentara secepatnya. Menurut dia, barak militer sudah dikuasai oleh milisi ketimbang militer. Ibrahim al-Sahati, 50 tahun, yang bertugas di militer selama 32 tahun dan bergabung dengan polisi militer setelah pemberontakan, lebih mengkhawatirkan persediaan buat anak-anaknya.
“Setiap saat saya pergi ke kantor untuk menanyakan gaji saya. Mereka bilang saya akan segera menerimanya dan itu sudah berlangsung selama empat bulan,” kata Sahati.
“Saya punya anak dan tahun ajaran baru segera dimulai. Mereka butuh baju, tas sekolah, buku, alat tulis, dan saya tak punya uang untuk semua itu,” tambahnya.
REUTERS | SAPTO YUNUS