TEMPO.CO , KAIRO:- Jaksa menuntut mantan presiden Mesir, Husni Mubarak, 83 tahun, bertanggung jawab atas tewasnya 850 orang dalam aksi demonstrasi selama 2011. Mubarak dinilai memiliki kewenangan menggunakan kekuatan bersenjata untuk menghentikan aksi protes yang menuntut dirinya mundur setelah berkuasa selama tiga dekade.
Mubarak bersama dua anak laki-lakinya, mantan Menteri Dalam Negeri Habib el-Adly, dan enam pejabat senior polisi mendengarkan dakwaan jaksa di pengadilan kemarin.
“Kami mendengarkan lebih dari 2.000 saksi. Terdakwa tidak secara langsung berperan dalam kejahatan, namun berpartisipasi di dalamnya, dan menghasut para pembunuh yang tidak diketahui identitasnya untuk menembak para demonstran,” kata ketua jaksa penuntut, Mustafa Suleiman.
Bukti-bukti tentang keterlibatan para terdakwa juga diperoleh dari dokter, para demonstran, dan aparat polisi. “Lembaga negara, termasuk Otoritas Keamanan Nasional dan intelijen Mesir, menolak bekerja sama dengan jaksa dalam investigasi,” ujar Suleiman.
Penggunaan senjata dan tindakan kekerasan terjadi pada 27 Januari tahun lalu. Saat itu pasukan pemerintah diperintahkan menghalau para pemrotes dari lapangan Tahrir.
Kepala Komunikasi Badan Keamanan Negara, Mayor Jenderal Hussein Said, dalam kesaksiannya mengatakan Menteri Dalam Negeri telah memerintahkan penggunaan senjata oleh polisi menghadapi aksi kerusuhan.
Mubarak dan terdakwa lainnya menolak bertanggung jawab atas dakwaan jaksa. Pengacara mantan Menteri Dalam Negeri Mesir, Mohamed el-Gendi, menegaskan bahwa kliennya akan memberikan tanggapan atas tuduhan itu dengan mengajukan bukti dan dokumen. “Bukti yang dihadirkan (di pengadilan) tidak ada yang baru dan tidak membuktikan adanya kejahatan,” ujarnya.
Gelombang aksi protes itu berujung tergulingnya sejumlah pemimpin negara-negara di jazirah Arab. Namun baru Mubarak yang diadili.
REUTERS | MARIA RITA