TEMPO.CO , Kairo - Rakyat Mesir hari ini, Selasa, 3 Januari 2012, akan mengikuti pemilu parlemen putaran ketiga. Sebanyak 14 juta orang yang memiliki hak pilih akan mencoblos di bilik suara untuk memperebutkan 150 kursi parlemen.
Sampai sejauh ini, kelompok Islam memperoleh kursi terbesar di Dewan sekaligus akan membawa transisi politik dari kekuasaan militer. Di antara kelompok Islam terkuat diwakili oleh Al-Ihwan Al-Muslimun melalui Partai Keadilan dan Pembangunan serta Partai al-Nouri dari kelompok Salafi.
Kelompok-kelompok Islam boleh dibilang datang terlambat ketika rakyat Mesir bergandeng tangan menumbangkan rezim Presiden Husni Mubarak, Februari lalu. Namun, kehadirannya sangat tepat ketika Mesir untuk pertama kalinya menggelar pemilu secara bebas yang tak pernah dilakukan selama enam dekade.
Namun, sangat disayangkan pemilu putaran ketiga dibayang-bayangi kekerasan yang menyebabkan 17 orang tewas akibat aksi brutal bulan lalu yang melibatkan demonstran dengan aparat keamanan. Meskipun demikian, penguasa militer bersikeras dan menjamin bahwa pemilu putaran ketiga bakal bebas dari kekerasan.
Menurut sejumlah pengamat yang didukung oleh negara-negara Barat, pemilu putaran pertama dan kedua telah berlangsung sukses karena seluruh peserta pemilu maupun pemilih datang dengan perasaan bebas ke bilik pemungutan suara.
Pemerintah mengatakan, pemilu kali ini diwarnai dengan munculnya dana ilegal dari pihak asing untuk sejumlah partai politik, meskipun hal tersebut tidak ditujukan untuk melemahkan sejumlah kelompok (politik). Namun demikian, Washington meminta pemerintah Mesir menghentikan "pelecehan" terhadap berbagai kelompok peserta pemilu.
Amerika Serikat--dengan bantuan International Republican Institute (IRI)--mengatakan, telah diundang oleh pemerintah Mesir untuk memonitor jalannya pemilu dan tidak memberikan bantuan keuangan kepada sejumlah partai atau kelompok-kelompok sipil. "Pemerintah tidak memiliki alasan untuk tak mengizinkan IRI memiliki akses ke pemilu," jelas IRI dalam sebuah pernyataannya, Senin, 2 Januari 2012.
REUTERS | CHOIRUL