TEMPO.CO, PYONGYANG - Dua kelompok warga Korea Selatan tiba di Ibu Kota Pyongyang, Korea Utara. Kedatangan 18 orang itu untuk melayat mendiang pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il, yang rencananya akan dimakamkan besok.
Kedua kelompok tersebut masing-masing dipimpin oleh janda Presiden Korea Selatan Kim Dae-jung, Lee Hee-ho, dan janda pemimpin kelompok bisnis Hyundai, Hyun Jung-eun.
"Saya berharap kunjungan kami dapat memperbaiki hubungan kedua negara di Semenanjung Korea ini," kata Hee-ho kepada Yonhap, sebelum melewati perbatasan. Nyonya Hee-ho bertemu dengan mendiang Jong-il dalam pertemuan tingkat tinggi pada 2000.
"Saat suami saya wafat, Jong-il mengirim utusan ke Seoul. Jadi ini adalah kewajiban untuk menghormati beliau untuk terakhir kali," ujar perempuan yang telah berusia 89 tahun itu. Dalam kunjungan itu, Hee-ho bertemu dengan sang putra mahkota, Kim Jong-un, di Istana Memorial Kumsusan.
Hal yang sama diharapkan oleh Jung-eun, 56 tahun. Hyundai menjadi salah satu industri yang mengembangkan sayap hingga ke negeri jiran tersebut. Saat suami Jung-eun wafat, Jong-il juga mengirim utusan untuk memberi penghormatan terakhir.
Sayangnya, kedua kelompok ini menjadi satu-satunya warga yang memperoleh izin pemerintah Korea Selatan. Bahkan jauh-jauh hari pemerintah telah menegaskan, mantan ibu negara itu hadir bukan sebagai utusan resmi Korea Selatan. Sikap ini memicu kemarahan Utara. "Kalian akan memperoleh ganjaran setimpal," Korea Utara mengancam.
Insiden terbaru adalah ketika seorang aktivis sayap kiri Korea Selatan yang menetap di Paris, Hwang Hye-Ro, melawat ke Pyongyang untuk memberi penghormatan terakhir bagi Jong-il. Atas tindakannya, Hye-Ro, 35 tahun, terancam hukuman penjara. Warga Korea Selatan dilarang menghormati Korea Utara dan rezim komunisnya.
L CHANNEL NEWS ASIA | BBC | AP | REUTERS | SITA PLANASARI A