TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya 14 ledakan bom mengguncang Bagdad, Irak, Kamis, 22 Desember 2011. Setidaknya sekitar 63 orang ditemukan tewas dan 185 terluka dalam pengeboman berantai di kota ini.
Serangan yang tampaknya terkoordinasi tersebut hanya beberapa hari setelah pasukan Amerika Serikat cabut dari negeri itu. Hal itu terjadi di tengah krisis pemerintahan antara politikus Syiah dan Sunni. Peristiwa ini juga yang terburuk setelah Amerika Serikat menarik mundur pasukannya dari Irak, pekan lalu.
Serangan mematikan terjadi di perkampungan Karrada, yakni aksi bom bunuh diri di luar kantor badan antikorupsi. "Kami mendengar satu mobil melaju, lalu direm, dan terjadi ledakan dahsyat. Semua jendela dan pintu rontok, asap hitam mengempas apartemen kami," ujar Maysoun Kamal, yang tinggal di sebuah kompleks di Karrada.
Kementerian Dalam Negeri mengatakan kepada BBC bahwa 14 lokasi terkena serangan termasuk Al-Amil di Selatan, di dekat pusat Harawi dan Karrada, Rakyat Irak tengah dilanda ketegangan akan adanya ancaman perpecahan di pemerintahan.
Belum jelas kelompok mana yang berada di balik pengeboman, namun analis mengatakan kelompok yang kemungkinan bertanggung jawab adalah kelompok pemberontak Sunni Al-Qaidah. Juru bicara keamanan Irak, Jenderal Qassim Atta, mengatakan target serangan bukan aparat keamanan.
“Siswa taman kanak-kanak, pekerja, dan lembaga antikorupsi adalah target serangan pemberontak,” ujar Atta. Semua jendela pecah dan sebagian serpihan masuk ke dalam ruang kelas, Atta menambahkan.
Asap terlihat mengepul di distrik Karrada dan para pekerja medis lalu-lalang menyelamatkan para korban.
Ancaman terhadap perpecahan di pemerintahan Irak muncul ketika Presiden Nouri Al-Maliki mengeluarkan surat penangkapan untuk wakil presiden yang berasal dari kelompok Sunni, Tariq Al-Hashemi, atas tuduhan tindak terorisme.
Al-Iraqiyya, kelompok Sunni di parlemen, memboikot perintah penangkapan tersebut. Mereka menuduh Al-Maliki bersama Sunni memonopoli kekuasaan pemerintah. Al-Hashemi sendiri menolak tuduhan tersebut dan saat ini berada di Irbil di bawah perlindungan pemerintah daerah.
Presiden Barrack Obama menanggapi serangan pengeboman yang terjadi adalah situasi yang tidak terduga, namun tetap menganggap Irak telah menjadi negara yang mandiri. “AS telah meninggalkan Irak dengan kondisi yang stabil, mandiri, dan demokratis.”
AP | REUTERS | BBC | SATWIKA MOVEMENTI