TEMPO.CO, Seoul - Intelijen Korea Selatan menuai kritik pedas dari oposisi atas kegagalan mereka mendapatkan informasi lebih awal soal kematian pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il, 69 tahun. Partai Demokrat, partai oposisi utama Korea Selatan, kemarin menyerukan pemecatan terhadap petinggi intelijen, pejabat keamanan, dan urusan luar negeri karena kegagalan itu.
Partai Demokrat mengatakan Presiden Lee Myung-bak harus memecat para pejabat intelijen sebagai bentuk tanggung jawab atas kegagalan mereka.
Kepala pertahanan Korea Selatan dan kepala agen mata-mata Korea Selatan kemarin mengaku tidak menyadari laporan tentang kematian Kim Jong-il hingga berita itu muncul.
“Saya mengetahuinya dari berita,” kata Menteri Pertahanan Kim Kwan-jin dalam pertemuan khusus dengan komisi pertahanan parlemen kemarin, seperti diberitakan kantor berita Yonhap. “Saya merasa putus asa, perlu meningkatkan kapabilitas intelijen kami,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Pelayanan Intelijen Nasional Won Sei-hoon menjelaskan kepada komisi intelijen parlemen bahwa dia tidak memiliki petunjuk sebelumnya.
Saat Kim meninggal, Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak sedang bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda di Jepang untuk merayakan ulang tahun Noda ke-70. Pemerintah Korea Selatan memang tengah menuai banyak kritik karena kegagalan intelijen yang mencolok.
Banyak warga Korea Selatan khawatir kematian Kim dapat memicu instabilitas di semenanjung Korea. Hal inilah yang memunculkan kemarahan partai ini akibat lambannya informasi yang diterima dari para petinggi intelijen.
Media Korea Utara, Senin lalu (19 Desember), memberitakan bahwa Kim Jong-il meninggal pada 17 Desember akibat serangan jantung saat berada di dalam kereta api. Sebelum melaporkannya, televisi tersebut mengatakan akan ada “pengumuman khusus”.
Setelah mengetahui isi “pengumuman khusus” itu, barulah Korea Selatan menetapkan militernya dalam status “siaga tinggi”. Presiden Myung-bak pun menggelar pertemuan dewan keamanan nasional.
XINHUA | AP | MARIA RITA