TEMPO.CO , PYONGYANG:- Kematian pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il, menyulut ketidakpastian, kecemasan, dan seruan untuk sebuah suksesi damai, kemarin. Hal itu seiring dengan sikap pemerintahan di kawasan dan di luarnya yang menunggu sejumlah sinyal dari Pyongyang tentang ambisi nuklirnya.
Korea Selatan langsung menetapkan militernya dalam “siaga tinggi” dan Presiden Lee Myung-bak menggelar pertemuan dewan keamanan nasional. Semenanjung Korea secara teknis masih berperang lebih dari 50 tahun setelah konflik berakhir dalam gencatan senjata.
Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda juga langsung melakukan sidang darurat dewan keamanan dengan para anggota top cabinet. "Dia memerintahkan kami untuk persiapan terbaik terhadap apa pun perkembangan yang tak diperkirakan," ujar Kepala Staf Kabinet Osamu Fujimura kepada jurnalis di Tokyo. "Kami berharap perkembangan dari kabar duka itu tidak berdampak buruk atas perdamaian dan stabilitas Semenanjung Korea."
Dari Washington, Amerika Serikat, Gedung Putih menyatakan menjalin kontak intensif dengan Korea Selatan dan Jepang, tapi tidak memberikan pernyataan substansif soal implikasi dari kematian Kim Jong-il. "Presiden menegaskan, Amerika Serikat memegang komitmen kuat untuk stabilitas kawasan dan keamanan sekutu dekat kami, Republik Korea," demikian dinyatakan Gedung Putih.
Kepergian Kim terjadi saat pemerintahan Presiden Barack Obama berdebat apakah tetap maju pada babak baru perundingan pelucutan nuklir dengan Utara. Menurut beberapa sumber, Washington bersiap mengumumkan suatu bantuan makanan signifikan ke Korea Utara pekan ini sebagai langkah konkret pertama setelah berbulan-bulan kontak diplomatik. Dan suatu kesepakatan oleh Korea Utara menghentikan program pengayakan uranium yang kontroversial, diperkirakan dilakukan beberapa hari kemudian.
Dari Cina, Beijing kemarin menyuarakan keyakinan atas pemimpin baru dari sekutunya tersebut setelah wafatnya Kim Jong-il. Mereka berjanji mendukung Pyongyang. "Rakyat Cina akan selalu mengenang memori bersamanya," demikian pernyataan beberapa petinggi Cina di televisi pemerintah. Mereka memanggil Kim sebagai "pemimpin besar" dan "sobat dekat Cina".
AP | REUTERS | XINHUA | THE WASHINGTON POST | DWI ARJANTO