TEMPO.CO, Mindanao - Hingga Senin siang, 19 Desember 2011, lebih dari 650 orang tewas dan 900 orang dinyatakan hilang akibat terjangan banjir yang terjadi di Filipina. Hal ini melampaui jumlah korban banjir bandang pada 2009 yang menewaskan 450 orang.
Banjir bandang dipicu adanya tiupan badai tropis yang mengakibatkan hujan lebat. Badai topan Washi mengarah ke Pulau Mindanao pada akhir pekan, sehingga hujan lebat mengakibatkan banjir lumpur yang menyapu desa-desa di wilayah pesisir. Saat kejadian kebanyakan warga sedang berada di rumah mereka.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Filipina, Benito Ramos, kepada BBC mengatakan mereka kemungkinan akan membuat kuburan massal untuk korban. "Kami akan buat kuburan massal untuk cegah penyebaran penyakit," ujarnya.
Dari Kota Cagayan de Oro, Iligan, dilaporkan evakuasi terhambat karena kurangnya kantong mayat. Gereja-gereja pun diubah menjadi tempat penampungan sementara mayat yang ditemukan.
Jasad-jasad ditemukan di lorong-lorong. Kepala Satuan Militer wilayah Iligan Brigadir Jenderal Amarlie mengimbau warga untuk segera menguburkan langsung jasad yang baru ditemukan. "Terlalu banyak jasad yang ditemukan di lorong. Kami memerlukan sangat banyak kantong mayat," ujar Amarlie.
Ribuan tentara dikerahkan untuk mencari korban hilang dan mengevakuasi korban selamat. Dari pantauan helikopter terlihat rumah-rumah yang hancur total di sekitar sungai.
Pulau Mindanao terletak di Filipina bagian selatan yang merupakan wilayah penghasil mineral dan padi. Setiap tahunnya wilayah ini rata-rata dilalui oleh 20 topan yang bertiup di Asia Tenggara.
BBC | SATWIKA MOVEMENTI