TEMPO Interaktif, Wellington - Sebanyak 16 warga negara Indonesia yang bekerja sebagai anak buah kapal di Sparta, kapal berbendera Rusia, kini terjebak di Antartika. Seluruh ABK yang berjumlah 32 orang itu, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene, dalam kondisi sehat.
“Kondisi mereka baik, suplai makanan sejauh ini masih mencukupi,” kata Tene kepada wartawan di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat, 17 Desember 2011. Kapal tersebut mengirim sinyal permintaan bantuan yang ditangkap oleh Pusat Koordinasi Penyelamatan Selandia Baru (RCCNZ). Indonesia, ujar Tene, telah berkoordinasi dengan Selandia Baru dalam upaya evakuasi tersebut.
Namun, Tene melanjutkan, tantangan yang harus dihadapi para ABK cukup berat. Sebab, kapal Sparta kini terjebak di dataran es. “Dibutuhkan perahu khusus untuk memecah daratan es agar kapal Sparta dapat bebas,” ujarnya. Selain itu, masih ada opsi lain, yakni penyelamatan melalui udara. “Tapi kami belum dapat memastikan detailnya,” ujar dia menambahkan.
Upaya penyelamatan kapal tersebut dikoordinasikan di negara Selandia Baru, yang berjarak 3.700 kilometer atau 2.000 mil laut arah barat daya dari lokasi Sparta. Kapal Sparta sendiri mampu bertahan tapi dengan posisi miring sebesar 13 derajat. Para penyelamat berhasil melakukan kontak radio dengan Sparta.
Kantor berita Rusia, Interfax, mengabarkan kapal itu terjebak bongkahan es di sebelah tenggara Laut Ross. Interfax juga mengabarkan beberapa kru kapal termasuk dua orang pengamat ilmiah sudah meninggalkan kapal dengan sekoci penyelamat, sementara sisanya masih mencoba menyelamatkan kapal tersebut. Kapal Sparta mengeluarkan panggilan daruratnya pada pukul 16.00 GMT pada Kamis, 15 Desember 2011, yang diangkat oleh para penyelamat Norwegia dan diteruskan ke Pusat Koordinasi Penyelamatan Selandia Baru.
Koordinator penyelamatan Brickles Tracy mengatakan tidak ada helikopter di sekitar daerah tersebut. "Kami telah menghubungi sejumlah kapal," katanya. "Namun, yang paling dekat terhambat oleh es yang berat, membuat kapal susah bergerak. Kapal terdekat membutuhkan waktu beberapa hari untuk dapat memotong bongkahan es tersebut,” kata dia.
L SITA PLANASARI AQUADINI | BBC | INDRA WIJAYA