TEMPO Interaktif,:- Menjelang 25 Desember, warga dunia mulai bersiap merayakan kelahiran Kristus. Begitu pula warga Korea Selatan. Namun, perayaan yang terlalu berlebihan justru memicu ancaman perang dari musuh bebuyutannya: Korea Utara.
Begini ceritanya. Sebelum 2003, warga Korea Selatan memiliki tradisi memajang pohon Natal raksasa lengkap dengan lampu warna-warni di atas bukit Aegibong setinggi 155 meter dari permukaan laut. Bukit ini terletak sekitar 3 kilometer dari perbatasan dengan Korea Utara. Nah, setelah ada perjanjian damai dengan negeri jiran, perayaan itu dihentikan agar tak memicu provokasi.
Namun Kementerian Pertahanan Korea Selatan menyetujui pemasangan tiga pohon Natal untuk mengulang kembali ritual yang telah terhenti selama delapan tahun terakhir. “Kami menghargai kebebasan beribadah,” kata seorang pejabat yang enggan disebut namanya, berdalih. Padahal kebijakan ini diduga karena Korea Selatan hendak membalas dendam atas penembakan kapal yang menewaskan 46 orang pada 2010. Maka perjanjian damai perbatasan pun dibatalkan sepihak.
Jika ritual ini jadi berlangsung, kemeriahan Natal dari pohon tersebut dapat dilihat kasat mata dari Kota Kaesong di Korea Utara. Pihak Utara, yang menganut paham komunis, pun menuding Selatan hendak menyebarkan misi Kristen.
Ancaman pun ditebar. “Jika lampu pohon Natal tetap dinyalakan, konsekuensi buruk akan diterima Selatan. Ini tanggung jawab kalian jika terjadi hal yang tak diinginkan,” demikian seperti dilansir situs resmi Korea Utara, Uriminzokkiri, kemarin.
L AP | ASIA ONE | YONHAP | SITA PLANASARI A