TEMPO Interaktif, Nusa Dua - Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono membagikan pengalaman demokrasi di Indonesia kepada 82 negara peserta Bali Democracy Forum IV. Perjalanan Indonesia menjadi negara demokrasi tidak mudah. Ia menuturkan, demokrasi dapat menimbulkan peluang munculnya kelompok ekstremis dan radikal yang menyalahgunakan keterbukaan demokratis untuk keuntungan sendiri.
“Demokrasi seharusnya membawa kebebasan, perdamaian, dan moderasi,” kata Presiden Yudhoyono dalam pidatonya saat membuka Bali Democracy Forum IV di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, Kamis, 8 Desember 2011.
Presiden menjelaskan, fenomena ini sesuatu yang terjadi di negara demokrasi Barat, Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Pemerintah tidak dapat menghentikan atau membatasi suara-suara radikal sebab dapat menyebabkan erosi demokrasi. Meski demikian, kebebasan tidak mutlak, tapi memiliki batas alias dibarengi dengan toleransi dan aturan hukum. “Tidak dapat digunakan untuk melanggar hak orang lain, mempromosikan kebencian, konflik, atau perang,” kata Presiden.
Dia mengatakan pada masa awal transisi menjadi negara demokrasi, ada beberapa konflik di daerah-daerah tertentu pada kurun waktu tertentu sebelum mencapai perdamaian dan stabilitas pemerintahan di seluruh Indonesia. Ini juga masalah yang dihadapi oleh negara-negara lain yang mengalami transisi demokrasi. Itu sebabnya, kata dia, setiap transisi demokrasi harus mencakup upaya untuk secara sistematis menyediakan perlindungan hak asasi manusia. “Semakin pemerintah menjamin hak asasi manusia, demokrasi lebih tahan lama,” lanjutnya.
Perlindungan hak asasi tersebut meliputi kebebasan beragama, berserikat, berekspresi. Itulah sebabnya, tuturnya, penting untuk terus menumbuhkan pola pikir demokratis. Apalagi di tengah abad ke-21 dengan kemunculan Facebook, Twitter, dan ponsel pintar. Kekuatan dalam demonstrasi Arab Spring digalang melalui media sosial. “Munculnya media sosial menjadi tantangan intelektual dan praktis bagi demokrasi abad ke-21.”
Ia menambahkan, di luar instrumen pemungutan suara, ada banyak cara untuk menyerap aspirasi rakyat. Ia mencontohkan penggunaan PO BOX, surat elektronik, dan layanan pesan pendek ponsel bagi rakyat untuk mengajukan keluhan, keprihatinan, mengekspresikan dan menyarankan ide-idenya secara langsung ke kantornya. Presiden mempekerjakan puluhan staf khusus untuk menangani hal ini. Metode menjadi cara mengukur, baik sentimen positif dan negatif suatu kebijakan.
BDF merupakan forum dialog tahunan tingkat menteri negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk membahas demokrasi dan pembangunan politik melalui dialog dan kerja sama dalam memperkuat nilai-nilai demokrasi dan memperkuat institusi-institusi demokrasi di kawasan Asia. BDF bersifat terbuka untuk negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang demokratis atau untuk menjadi negara yang lebih demokratis melalui kerja sama internasional dengan cara bertukar informasi dan pengalaman.
Pertemuan berlangsung 8–9 Desember 2011. Tema tahun ini, “Peningkatan Partisipasi Demokratis dalam Suatu Dunia yang Berubah: Merespon Suara-suara Demokratis". Fokusnya, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam merespons suara-suara demokrasi dan isu-isu terkait, serta melibatkan masyarakat dalam perubahan politik, ekonomi, dan sosial. Ketua perhelatan ini adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina Wajed.
Pertemuan antarbangsa ini dihadiri sejumlah kepala negara serta pejabat tinggi atau organisasi internasional dari 82 negara, di antaranya Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Inggris, Kenya, Nigeria, Uni Eropa. Para pemimpin dan perwakilan negara yang hadir di antaranya Sultan Haji Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam, Presiden Republik Sri Lanka Mahinda Rajapaksa, Perdana Menteri Qatar Sheikh Hamad Bin Jassim Bin Jabr Al-Thani, Perdana Menteri Timor Leste Kay Rala Xanana Gusmao, Perdana Menteri Mongolia Sukhbaatar Batbold, Wakil Presiden Filipina Jejomar Binay, dan Wakil Perdana Menteri Turki Bulent Arinc.
Indonesia adalah negara yang memprakarsai penyelenggaraan Bali Democracy Forum (BDF) pertama pada 10-11 Desember 2008 di Bali, Indonesia, bersama Australia sebagai co-chair. Penyelenggaraan pertama diikuti oleh 39 negara.
NIEKE INDRIETTA