TEMPO Interaktif, Jakarta - Nusa Dua Bali – Kehadiran media sosial seperti Twitter dan Facebook tak bisa dihindari. Yang harus menjadi pemikiran adalah bagaimana media sosial menjadi pendorong demokrasi.
“Ini saatnya bagi negara-negara di Asia yang masih menutup diri dari sistem demokrasi untuk membuka diri,” kata Dewi Fortuna Anwar, Direktur Institut Habibie Center untuk Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, saat berbicara dalam Lokakarya Bali Democracy Forum bertema “Peran Masyarakat Sipil dan Media Sosial dalam Partisipasi Berdemokrasi” di Grand Ballroom Hotel Ayodya, Nusa Dua, Bali, Rabu, 7 Desember 2011.
Ada beberapa negara yang diundang dalam perhelatan Bali Democracy Forum IV ini yang belum menjadi negara dengan sistem demokrasi.
Momentum Arab Spring yang melanda Tunisia, Mesir, Libya diharapkan bisa menjadi pendorong demokrasi. Penggulingan rezim pemerintah di dunia Arab diorganisasi melalui dunia sosial media yang kehadirannya tidak terelakkan. Jika negara nondemokrasi tidak belajar dari peristiwa ini, ujar Dewi Fortuna, pemerintah akan berhadapan dengan kekuatan sosial media.
“Ini jadi momentum baik untuk memberi tahu pemerintah nondemokrasi agar membuka diri, daripada diruntuhkan melalui sosial media,” kata Dewi yang juga Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Politik ini.
Keberadaaan sosial media memberikan ruang kepada publik untuk bebas menyampaikan opininya, tidak lagi secara vertikal kepada penguasa, tapi juga secara horizontal. Di Malaysia, misalnya, apabila sepuluh orang bergerombol untuk unjuk rasa bisa didatangi polisi dan ditangkap. Tapi melalui sosial media tidak. Di Cina juga, keberadaan sosial media mulai terasa meski Internet dibatasi. Di beberapa kota mulai terjadi gerakan demonstrasi yang memprotes kebijakan partai di tingkat lokal.
Myanmar termasuk salah satu negara yang disebut Dewi Fortuna sebagai pemerintah yang belajar membuka diri melalui pembebasan Aung San Suu Kyi dari tahanan rumah dan memperoleh hak untuk mengikuti pemilu. Selain itu, dari kunjungan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton, “Kelihatan kalau Myanmar serius, meski banyak orang yang sinis,” kata Dewi Fortuna.
Besok, 8 Desember 2011, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono akan membuka Bali Democracy Forum IV yang mengusung tema “Peningkatan Partisipasi Demokratis dalam Suatu Dunia yang Berubah: Merespon Suara-Suara Demokratis". Pada hari kedua, 9 Desember 2011, negara peserta akan bertukar pandangan dalam dua sesi interaktif mengenai “Kemampuan Negara Merespon Suara Demokratis" dan "Memastikan Cukup Ruang untuk Partisipasi Masyarakat Madani."
Dalam pertemuan yang diketuai bersama oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina Wajed itu negara-negara peserta diharapkan dapat membuat kesepakatan bersama. Sejumlah rekomendasi dan pedoman bagi program-program kerja sama regional mengenai demokrasi di tahun 2012 akan tecermin dalam dokumen tersebut.
NIEKE INDRIETTA