TEMPO Interaktif, Vatikan City - Sebuah perguruan tinggi di Vatikan menggelar acara yang tidak lazim, yakni konferensi tato. Acara itu digelar oleh asosiasi seni Kristen dan Duta Besar Israel untuk Vatikan, Mordechay Lewy. Keterlibatan Lewy ini mengejutkan mengingat Yudaisme melarang tato pada tubuh. Apalagi, bangsa Yahudi trauma dengan tato serial angka yang diterakan pada korban pembantaian Nazi.
Lewy mengakui paradoks itu dan mengatakan kenangan akan stempel biru kematian di kamp konsentrasi Auschwitz menambah keengganan orang Yahudi untuk mentato tubuh. Banyak rabi ortodoks mengharamkan tato karena itu akan mengubah ciptaan Illahi.
Lewy adalah pakar tato yang cukup dihormati. Ia juga dengan keras mengkritik apa yang dia sebut "komersialisask" terhadap aspek penting sejarah kebudayaan yang membentang dari Jerussalem hingga Jepang. “Tato dapat melambangkan tingkat sosial, mengidentifikasi afiliasi etnis, menunjukkan pengalaman ziarah religius, atau bagian dari ritual,” kata Lewy dalam konferensi dua hari yang berakhir Selasa, 6 Desember 2011.
Konferensi digelar di Universitas Pontifical Urbaniana, Vatikan, tak jauh dari Lapangan Santo Petrus. Dalam acara itu dipamerkan mumi bertato dari zaman Mesir kuno, tentara Perang Salib yang mentato dahinya dengan gambar salib, dan prajurit suku Maori di Selandia Baru.
“Saya terkesima,” kata sejarawan Oxford, Jane Caplan, yang menulis antologi tentang tato dalam sejarah Amerika Serikat dan Eropa. “Ini sepertinya tidak mungkin,” kata dia mengomentari upaya Lewy mengorganisir konferensi tato di Vatikan.
AP | SAPTO YUNUS