TEMPO Interaktif, Tel Aviv- Palestina terancam kehilangan bantuan ratusan juta dolar dari Amerika Serikat karena Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, menjalin kerja sama dengan Hamas. Abbas dan pemimpin Hamas Khaled Meshaal bertemu selama dua jam di Kairo, Mesir pada Kamis, 24 November 2011.
“Tidak ada lagi perbedaan di antara kami. Kami sepakat untuk bekerja sama sebagai sekutu,” kata Abbas seusai pertemuan. Amerika Serikat dan Uni Eropa menganggap Hamas sebagai kelompok Islam radikal.
Kerja sama itu merupakan langkah awal untuk mengimplementasikan perjanjian rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah yang lebih moderat. Para pejabat Palestina dari kedua faksi menyambut baik kerja sama itu. Mereka menyebut masih banyak masalah pelik yang harus segera dipecahkan. Hamas menguasai jalur Gaza pada 2007, sementara Fatah yang dipimpin Abbas berbasis di Ramallah. Kedua pemimpin sepakat melepaskan tahanan politik Palestina yang ditahan di kedua pihak.
Mereka juga mengagendakan pertemuan seluruh faksi Palestina pada 22 Desember 2011 di Kairo untuk membentuk formasi pemerintahan gabungan dan menyusun dokumen rekonsiliasi. Kedua belah pihak berharap bisa menggelar pemilihan umum pada semester pertama 2012. Namun, beberapa poin pemisahan masih belum terpecahkan. Rabu lalu, Hamas menyatakan mereka tidak akan mengakui Israel dan tidak akan menyerah pada asas-asasnya.
Israel mengancam akan menarik seluruh hubungan keamanan dan keuangan bila Hamas masuk dalam pemerintah gabungan Palestina. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak Palestina membatalkan reunifikasi dengan Hamas. “Satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian adalah melalui perundingan langsung,” kata Netanyahu,” Rabu, 23 November 2011.
Penyatuan Hamas dan Fatah bukan hanya ditentang oleh Israel, tetapi juga oleh Amerika Serikat, Kanada, dan Australia yang menganggap Hamas sebagai organisasi teroris. Tahun lalu, bantuan Amerika ke Palestina mencapai US$ 600 juta.
Sejumlah analis Palestina menyatakan penyatuan Hamas dan Fatah merupakan pertanda Abbas mengabaikan proses perdamaian yang dipimpin Amerika.
SAPTO YUNUS | THE TELEGRAPH